![]() |
Wakil Ketua Komite IV DPD RI, Dr. Hj. Elviana, M.Si (kanan). |
Medan, S24 – Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar kunjungan kerja pengawasan ke Kantor Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Utara, Senin (22/9/2025), untuk memantau pelaksanaan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN Tahun Anggaran 2025.
Kunjungan ini difokuskan pada evaluasi efektivitas pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU), dua instrumen fiskal utama yang menopang layanan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur di daerah.
Wakil Ketua Komite IV DPD RI, Dr. Hj. Elviana, M.Si., yang memimpin rombongan, menyampaikan bahwa pengawasan ini merupakan bagian dari mandat konstitusional Pasal 22D ayat (3) UUD 1945, yang menugaskan DPD RI untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang tertentu.
“DPD RI tidak ingin hanya menunggu laporan di Jakarta. Kami hadir di daerah untuk memastikan bahwa dana transfer pusat benar-benar sampai kepada rakyat dan memberikan manfaat nyata,” ujar Elviana di hadapan jajaran BPKP Sumut.
Menurut data yang disampaikan BPKP, total Transfer ke Daerah (TKD) di Provinsi Sumatera Utara pada tahun anggaran ini mencapai Rp40,7 triliun. Per 16 September 2025, realisasinya baru 64 persen, masih di bawah target ideal pro rata 70 persen. Lebih mengkhawatirkan lagi, DAK Fisik yang ditujukan untuk pembangunan infrastruktur dasar, pendidikan, dan kesehatan baru terserap 12 persen. Kondisi ini berisiko menimbulkan penumpukan belanja pada triwulan IV yang berpotensi menurunkan kualitas pelaksanaan proyek.
Data indikator makro sosial-ekonomi menunjukkan dinamika yang beragam. Di sektor pendidikan, Sumatera Utara mencatat tren positif dengan peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan dasar dan menengah. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS) juga mengalami kenaikan, menunjukkan adanya perbaikan akses dan kualitas pendidikan.
Di bidang kesehatan, Usia Harapan Hidup (UHH) menunjukkan tren meningkat, sementara Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) terus menurun, mencerminkan efektivitas program kesehatan dasar. Namun, untuk sektor infrastruktur, persentase panjang jalan dalam kondisi mantap justru menurun, memperlihatkan adanya keterlambatan pemeliharaan dan rehabilitasi infrastruktur jalan.
BPKP Sumut juga menyoroti sejumlah temuan teknis di lapangan. Beberapa proyek DAK Fisik ditemukan mengalami kekurangan volume pekerjaan, pembayaran untuk item di luar lingkup kontrak, dan adanya pekerjaan yang perlu perbaikan.
Pengadaan ambulans dan puskesmas pembantu (pustu) di beberapa daerah belum dimanfaatkan karena proses serah terima pekerjaan dan pembersihan lokasi yang tertunda. Di sektor pendidikan, terdapat pengadaan peralatan yang belum dimanfaatkan serta penggunaan dana BOS yang tidak sesuai kondisi sebenarnya.
Koordinator Tim Kunjungan, K.H. Muhammad Nuh, M.S.P., yang juga Anggota DPD RI asal Sumatera Utara, menekankan pentingnya masukan dari BPKP dan pemerintah daerah. Ia menyoroti perlunya penguatan regulasi turunan, peningkatan kualitas pelaporan outcome oleh organisasi perangkat daerah (OPD), dan penegakan pemenuhan mandatory spending—yakni belanja infrastruktur minimal 40 persen dan belanja pegawai maksimal 30 persen.
“Kami mendapati bahwa efisiensi belanja perjalanan dinas, yang ditargetkan 50 persen sesuai Inpres 1/2025, di Sumatera Utara baru mencapai sekitar 44 persen. Ini menunjukkan bahwa upaya penghematan anggaran belum sepenuhnya optimal,” ujar Nuh.
Pemotongan sekitar Rp50 triliun dari anggaran TKD nasional dalam kebijakan efisiensi APBN 2025 turut menjadi perhatian. Pengurangan ini telah berdampak pada sejumlah proyek di Sumatera Utara. Beberapa daerah, termasuk Nias Barat, harus menyesuaikan alokasi dana untuk rekonstruksi jalan, pembangunan jaringan irigasi, hingga pembangunan gedung pelayanan publik. Tanpa strategi penyesuaian yang matang, pemotongan ini berisiko memperlambat pembangunan infrastruktur penting dan memperlebar kesenjangan layanan publik antarwilayah.
Selain memaparkan temuan dan tantangan, BPKP memberikan rekomendasi strategis. Di antaranya, memperkuat tata kelola pengelolaan TKD melalui peraturan daerah yang lebih jelas, memastikan OPD dan Bappelitbang melaporkan capaian outcome secara tepat waktu, dan mendorong pemerintah daerah menurunkan ketergantungan pada TKD dengan optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
BPKP juga merekomendasikan peningkatan kapasitas Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) melalui pelatihan teknis dan audit kinerja, serta memperkuat koordinasi dengan Inspektorat Daerah untuk mencegah pengawasan ganda dan menindaklanjuti temuan secara efektif.
Dalam penutupannya, Elviana menegaskan bahwa hasil pengawasan ini akan dirumuskan menjadi laporan resmi DPD RI kepada DPR RI dan Pemerintah Pusat. Laporan tersebut akan menjadi dasar penajaman kebijakan fiskal dan penguatan tata kelola transfer ke daerah pada tahun-tahun mendatang.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap rupiah yang dialokasikan melalui APBN benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, terutama di sektor layanan dasar yang menyangkut pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur,” katanya.
Komite IV DPD RI berharap, dengan pengawasan berbasis data dan dialog langsung di daerah, pemerintah pusat dan daerah dapat memperbaiki mekanisme penyaluran dana, menghindari keterlambatan, serta memastikan kualitas proyek pembangunan.
Kunjungan ini juga mempertegas komitmen DPD RI untuk hadir sebagai penyeimbang dalam sistem ketatanegaraan, memastikan sinergi pusat dan daerah berjalan selaras demi kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara dan Indonesia secara keseluruhan.(S24-Sumber: dpd.go.id)
0Komentar