. Digitalisasi Merakyat, Dana Desa Selamat

Digitalisasi Merakyat, Dana Desa Selamat


Oleh : Radesman Saragih*
Pengantar

Harapan warga desa di persada Nusantara ini untuk menikmati kue pembangunan melalui bantuan dana desa yang dikucurkan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) selama tujuh tahun terakhir belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Hal tersebut disebabkan masih tingginya kasus korupsi dana desa di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan korupsi dana desa masih menjadi momok pembangunan pedesaan yang hingga kini belum bisa dikikis habis.

Sejak program dana desa digulirkan 2015 hingga 2020, ratusan praktik korupsi dana desa sudah terungkap. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), praktik korupsi dana desa yang berhasil terungkap di Indonesia selama 2015 – 2018 mencapai 252 kasus. Praktik korupsi dana desa tersebut terus meningkat. Praktik korupsi dana desa yang terungkap tahun 2015 sebanyak 22 kasus. Satu tahun kemudian, 2016, kasus korupsi tersebut bertambah menjadi 48 kasus. Kemudian kasus korupsi dana desa meningkat lagi menjadi 98 kasus tahun 2017 dan 96 kasus 2018. (Republika.co.id,2019).

Kendati para oknum perangkat desa yang terlibat korupsi dana desa sepanjang 2015 – 2018 sudah banyak dijebloskan ke penjara, praktik korupsi dana desa di berbagai daerah di Indonesia ini masih saja terjadi. Catatan ICW menunjukkan, total praktik korupsi dana desa yang terungkap di Indonesia hingga 2020 sudah mencapai 676 kasus. Kerugian negara kibat korupsi dana desa tersebut mencapai Rp 111 miliar. (Kompas.com, 22 Maret 2021)

Pemicu Korupsi

Pemicu korupsi dana desa di berbagai daerah di Indonesia cukup kompleks, sehingga penanggulangannya juga sulit dilakukan. Mohammad Djasuli dalam tulisannya “Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan Desa” yang ditayangkan di www.iaijawatimur.or.id, 2020 menyebutkan, korupsi dana desa di Indonesia banyak terjadi akibat penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan program atau rencana kerja.

Kemudian korupsi dana desa juga turut dipicu kesalahan administrasi atau mekanisme akibat ketidaktahuan, pelaksanaan program dan penggunaananggaran yang tidak sesuai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Korupsi dana desa juga banyak terjadi akibat praktik mark up (menambah) harga barang, tumpang tindih pembelian barang,  pengurangan dana desa dari anggaran semestinya untuk kepentingan oknum aparatur desa dan  kurangya kemampuan perangkat desa mempertanggungjawabkan dana desa.

Masih tingginya kasus korupsi dana desa di berbagai daerah di Indonesia juga banyak dipengaruhi kurangnya transparansi dan pengawasan pengelolaan dana hibah tersebut. Otoritas penuh yang dimiliki aparatur pemerintahan desa dalam pengelolaan dana desa membuat pemanfaatan dana desa kerap melenceng dari tujuan sebenarnya, yakni memakmurkan masyarakat desa.

Kemudian kurangnya transparansi pengelolaan dana desa selama ini membuka banyak celah bagi oknum-oknum aparatur pemerintahan desa memanfaatkan dana desa untuk kepentingan pribadi, bukan untuk mempercepat pembangunan desa. Pengelolaan dana desa tidak seluruhnya dapat dilakukan secara transparan, sebab pengawasan pengelolaan dana desa kurang ketat. Oknum – oknum aparat desa yang selama ini sering terjerat korupsi dana desa umumnya kurang diawasi dalam memanfaatkan dana desa.

Kurangnya transparansi dan pengawasan pengelolaan dana desa selama ini juga dipengaruhi disebabkan minimnya digitalisasi manajemen pemerintahan desa. Manajemen pemerintahan desa, khususnya pelaporan dana desa selama ini masih cenderung dilakukan secara manual, tanpa komputerisasi atau digitalisasi.

Pola pelaporan tersebut membuat audit atau pemeriksaan dana desa tidak bisa dilakukan secara akurat, ketat dan transparan. Laporan pertanggung-jawaban dana desa yang dibuat kepala desa tanpa memanfaatkan media digital (online) belum sepenuhnya bisa dilakukan secara akurat karena laporan pengelolaan atau penggunaan dana desa tidak bisa diketahui warga masyarakat secara luas. Melalui model pelaporan konvensional seperti itu, penyelewengan-penyelewengan dana desa tidak sepenuhnya bisa dicegah dan dihentikan secara luas.

Laporan pertanggung-jawaban kepala desa mengenai penggunaan dana desa yang tidak dilakukan melalui digitalisasi membuat laporan tersebut hanya bisa diketahui segelintir pejabat di tingkat kabupaten. Berbagai upaya pencegahan korupsi dana desa yang selama ini dilakukan pihak inspektorat pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat hingga sumpah jujur perangkat desa ternyata tidak efektif mencegah korupsi dan desa. 

Kelonggaran pengawasan pengelolaan dana desa yang disertai kehausan akan uang dan sifat pragmatis mencari kesempatan dalam kesempitan untuk memperkaya diri sendiri di kalangan oknum-oknum aparatur desa membuat pencegahan dan penanggulangan korupsi dana desa sering kandas. 

Audit Digital

Masih maraknya praktik korupsi atau penyelewengan dana desa perlu disikapi serius agar tujuan program dana desa benar-benar bisa bermanfaat seperti diharapkan Presiden Jokowi maupun warga masyarakat desa di berbagai pelosok persada negeri ini. 

Sejak program dana desa digulirkan, Presiden Jokowi mengharapkan, pembangunan desa di Indonesia bisa dipercepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Melalui dana desa, penanggulangan kemiskinan masyarakat desa yang sekian lama terlupakan bisa ditangani dengan serius dan cepat. Program dana desa yang diharapkan mendongkrak perekonomian masyarakat desa tersrbut padaa akhirnya juga turut mendukung peningkatan ekonomi daerah dan nasional.

Dana desa sangat dibutuhkan medongkrak kesejahteraan masyarakat desa karena angka kemiskinan di pedesaan masih relatif tinggi. Sementara anggaran pembangunan desa di sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia relatif rendah. Berdasarkan data Badan  Pusat  Statistik  (BPS)  RI  tahun 2020, angka kemiskinan di daerah pedesaan masih mencapai mencapai  15,26  juta  orang (12,82 %). 

Jadi program dana desa menjadi program andalan pemerintah mengatasi kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat desa. Karena itu bila masih ada apartur pemerintahan desa yang tega melakukan korupsi dana desa di tengah kemiskinan warganya, hal itu merupakan suatu perilaku sangat buruk dan harus dihentikan. 

Untuk itu pengawasan dan transparansi pengelolaan dana desa perlu ditingkatkan. Salah satu terobosan yang bisa dilakukan mengawasi dana desa, yakni melalui audit (pemeriksaan) secara digital. Melalui audit digital tersebut, pemanfaatan dan pelaporan dana desa dapat dilakukan secara transparan. Artinya, digitalisasi pengelolaan dan pengawasan dana desa sangat penting meningkatkan akses publik untuk mengetahui efektivitas, efisiensi, objektivitas dan akuntabilitas dana desa.

Keterbukaan akses publik terhadap manajemen pengelolaan dana desa melalui pemanfaatan media online (digital) dapat meredam korupsi dana desa. Pemanfaatan digitalisasi dalam pengelolaan dana desa memberi kesempatan yang luas bagi warga masyarakat mengetahui dan mengawasi pengelolaan dana desa lebih ketat. 

Transparansi pengelolaan dana desa tersebut juga akan menutup banyak celah korupsi atau penyelewengan dana desa. Aparatur pemerintahan desa tidak akan bisa mengakal-akali penggunaan dana desa karena pengelolaan dana desa dapat dilihat warga masyarakat dan pejabat secara terbuka melalui media online.

Seperti dikatakan Staf pengajar  Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Rizki Zakariya dalam tulisannya “Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan  Korupsi Dana Desa: Mengenali Modus Operandi”, dana desa rentan korupsi karena rendahnya akuntabilitas pengelolaan dana desa dan rendahnya partisipasi masyarakat mengawasi pengelolaan dan desa. (www.jurnal.kpk.or.id, 2020)

Sesuai dengan pendapat Rizki Zakariya tersebut, berarti akuntabilitas dan partisipasi masyarakat mengawasi pengelolaan dana desa harus ditingkatkan dalam rangka mencegah dan memberantas praktik – praktik korupsi dana desa. Hal itu dapat dilakukan melalui peningkatan akses publik terhadap program dan pengawasan dana desa melalui media online (media digital). Digitalisasi pelayanan publik di pedesaan tersebut perlu diperluas ke seluruh desa agar tidak ada kepala desa yang membuat program dan memanfaatkan dana desa untuk kepentingan sendiri.

Kendala "Blank Spot"

Kendati digitalisasi memiliki peran penting mencegah dan mengatasi kasus-kasus korupsi dana desa, namun belum banyak aparatur pemerintahan desa yang memanfaatkan digitalisasi untuk melaporkan pengelolaan dana desa. Hal tersebut disebabkan kuranya niat yang ikhlas dari perangkat desa melakukan keterbukaan dan transparansi pengelolaan dana desa. Banyaknya desa yang sudah terjangkau jaringan internet (telekomunikasi) di Indonesia ternyata tidak serta merta diikuti dengan peningkatan digitalisasi pengelolaan dana desa.

Kemudian audit digital pengelolaan dana desa juga belum sepenuhnya dapat dilakukan para perangkat desa karena belum seluruhnya desa di Indonesia bisa terjangkau jaringan internet. Desa yang belum terjangkau jaringan telekomunikasi (blank spot) di Indonesia masih cukup banyak.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate pada Launching (Peluncuran) Indonesia Makin Cakap Digital 2021, Kebangkitan Digital dan Peluncuran Kelas Cakap Digital di 34 Provinsi dan 541 Kabupaten/kota di seluruh Indonesia, di Jakarta, Kamis (20/05/2021), jumlah desa/kelurahan yang belum memiliki akses atau belum terjangkau jaringan internet di Indonesia mencapai 12.548 desa/kelurahan. Sebanyak 9.113 desa/kelurahan yang belum terjangkau jaringan internet tersebut berada di pulau  Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T). Sedangkan 3.435 desa dan kelurahan berada di luar daerah 3T.

Untuk mengoptimalkan peran digitalisasi dalam pemerataan pembangunan telekomunikasi di seluruh desa di Indonesia, Kementerian Kominfo menjali kerja sama dengan beberapa operator telekomunikasi membangun 4.200 BTS di seluruh daerah di Indonesia. Pembangunan jaringan internet ke desa-desa di seluruh Indonesia yang selama ini besrstatus blank spot penting untuk meningkatkan digitalisasi pembangunan desa.

Sementara menurut Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI),  mengungkapkan masih ada sekitar 9.153 desa (11 %) di Indonesia yang saat ini masih mengalami blank spot. Wilayah blank spot tersebut umumnya di daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T) dan perbatasan. Indonesia membutuhkan sekitar 5.000 site layanan seluler agar seluruh daerah di Indonesia bisa menikmati layanan jaringan telekomunikasi seluler. Sedangkan desa yang sudah terjangkau layanan telekomunikasi seluler di Tanah Air sudah mencapai 73.465 desa (88,28 %). (www.indotelko.com)

Gencarnya pembangunan jaringan telekomunikasi untuk pemerataan digitalisasi di Tanah Air saat ini memberikan harapan besar dalam upaya pemberantasan korupsi dana desa. Untuk itu peningkatan digitalisasi di Indonesia harus segera diikuti program audit digital pengelolaan dana desa.

Pemerintah pusat dan daerah perlu membuat kebijakan yang mewajibkan parangkat pemerintahan desa melaporkan pengelolaan dana desa secara digital. Seluruh dana desa dan pemanfaatnnya hendaknya dilaporkan perangkat desa secara online agar masyarakat bisa melihat jumlah dana desa di desa mereka dan apa saja yang dibanguan di desa mereka melalui pemanfaatan dana desa tersebut.

Dengan demikian manfaat dana desa untuk menekan angka kemiskinan dan memajukan perekonomian desa seperti yang diharapkan Pemerintahan Jokowi benar-benar bisa terwujud. Pemerataan dan pemanfaatan digitalisasi di seluruh desa di Indonesia perlu terus ditingkatkan agar warga masyarakat desa juga benar-benar dapat mengawasi pengelolaan dana desa. Jika digitalisasi semakin merakyat, maka dana desa pun akan selamat dari keganasan tangan-tangan koruptor di pedesaan. Semoga.***

·  * Penulis adalah Pemimpin Redaksi medialintassumatera.com (Matra) tinggal di Kota Jambi.

 

 

Berita Lainya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama