. Catatan Hari Pers Nasional, 9 Februari 2022, Humas Pemerintahan Daerah dan Jurnalisme Setengah Hati

Catatan Hari Pers Nasional, 9 Februari 2022, Humas Pemerintahan Daerah dan Jurnalisme Setengah Hati

Oleh : Radesman Saragih, SSos*

Pengantar

Pandemi Covid-19 yang melanda negeri kita sejak Maret 2020 hingga saat ini membawa banyak perubahan dalam peliputan pemberitaan di lingkungan pemerintahan, termasuk pemerintahan daerah, baik pemerintahan provinsi, kota dan kabupaten. 

Salah satu perubahan pemberitaan tersebut, yakni sangat terbatasnya kesempatan para jurnalis meliput langsung kegiatan kepala daerah, baik gubernur, bupati dan wali kota. Hal tersebut disebabkan pembatasan kegiatan bertemu banyak orang untuk mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi menimbulkan penularan Covid-19. 

Di tengah pandemi Covid-19, jurnalis yang diikutsertakan dalam peliputan kegiatan gubernur, bupati, wali kota dan pejabat daerah lainnya sangat dibatasi. Berebeda dengan keikutsertaan jurnalis pada peliputan kegiatan para kepala dan pejabat daerah sebelum pandemi Covid-19.

Pembatasan keikutsertaan jurnalis meliput kegiatan para kepala daerah membuat ketergantungan jurnalis mendapatkan berita dari bidang hubungan masyarakat (humas) pemerintah daerah otomastis meningkat drastis. Para jurnalis yang tidak bisa meliput kegiatan para kepala daerah, terutama kegiatan di luar daerah terpaksa mengandalkan kiriman berita (siaran pers) dari tim peliput humas.

Kalangan jurnalis sangat mengandalkan siaran-siaran pers humas karena tim peliput humas mengikuti langsung kegiatan – kegiatan kepala daerah. Baik di dalam daerah masing-masing maupun di luar daerah, termasuk ke Jakarta. Berkat pasokan berita-berita humas tersebut, para jurnalis (media massa) terbantu, sehingga tidak sampai ketinggalan berita alias kecolongan kegiatan kepala daerah di daerah masing-masing.

Akurasi Berita

Ketergantungan jurnalis (media massa) mendapatkan berita dari humas di tengah pandemi Covid-19 selama ini memunculkan kecenderungan penurunan kualitas pemberitaan pembangunan. Penurunan kualitas pemberitaan pembangunan tersebut tercermin dari berita-berita media mengenai kegiatan kepala dan pejabat daerah yang tingkat akurasinya dan kelengkapannya kurang, terutama akurasi data dan kelengkapan objek liputan kegiatan pemerintahan.

Selain itu, ketergantungan jurnalis mendapatkan berita dari siaran pers humas membuat bahasa – bahasa berita yang mengandung banyak kerancuan cenderung meningkat. Ironisnya, ketergantungan jurnalis mendapatkan berita pembangunan daerah dari humas di tengah pandemi ini memunculkan fenomena berita “paduan suara” atau seragam.

Berita paduan suara tersebut muncul akibat para jurnalias atau media memuat mentah-mentah atau bulat – bulat (copy paste) siaran pers humas tanpa koreksi, tanpa polesan atau tanpa perbaikan kalimat, tanda baca dan penambahan data. Kondisi demikian sering membuat siaran pers humas yang belum lengkap, kurang data, bahasa rancu dan kesalahan bahasa teknis, khususnya tanda baca tersiar secara luas.

Penyiaran berita-berita yang bersumber dari humas tanpa polesan dan perbaikan tersebut tidak hanya mengganggu pembaca yang notabene berasal dari kalangan menengah ke atas. Berita-berita seperti itu justru tidak efektif sebagai upaya mensosialisasikan program-program pembangunan ke masyarakat melalui media massa. Masalahnya para pembaca setia media yang berpengatahuan luas biasanya tidak akan membaca berita – berita yang kurang jelas ujung pangkalnya, tidak akurat datang, tidak lengkap beritanya dan banyak yang salah ejaan bahasanya.

“Kebiasaan” segelintir jurnalis/media memuat siaran pers secara bulat-bulat tersebut menunjukkan masih adanya sifat-sifat jurnalisme setengah hati, yakni jurnalis yang kurang menyadari tugasnya mencerdaskan masyarakat, memajukan pembangunan bangsa dan menjadi jembatan komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah.

Di pihak lain, kebiasaan para “jurnalis” humas memasok siaran pers yang kurang memenuhi unsur-unsur jurnalistik (berita) dan mengabaikan fungsi penerangan juga menunjukkan masih berkembangnya sikap juru penerang setengah hati di lingkungan pemerintahan daerah.

Kemampuan Kurang ?

Menyebarnya berita-berita pembangunan kurang berkualitas yang dipasok jajaran humas ke media massa tak terlepas dari kurangnya kemampuan tim peliput humas menyajikan berita-berita kegiatan kepala daerah yang mereka ikuti. Para tim peliput humas belum sepenuhnya meliput dan menyiarkan berita kegiatan kepala daerah dan jajarannya secara akurat dan lengkap akibat keterampilan membuat berita dan kebahasaan yang belum optimal.

Hal tersebut nampak dari masih seringnya tim peliput humas menyampaikan berita-berita kurang akurat dan kurang lengkap kepada jurnalis atau media. Para tim peliput humas masih sering beranggapan bahwa berita-berita kegiatan gubernur, wali kota, bupati dan pejabat daerah yang sampaikan kepada jurnalis atau media pasti dimuat, sebab sudah ada jalinan kemitraan antara media dan humas.

Jajaran humas pemerintahan sering menganggap bahwa ketika liputan kegiatan gubernur, bupati, wali kota dan pejabat daerah lainnya sudah dimuat media secara ramai-ramai (massal) itu sudah cukup. Padahal, kendati berita kegiatan pejabat daerah yang mereka siarkan dimuat di media, jika berita tersebut  tidak digarap dengan menarik, pembaca tidak begitu tertarik  membacanya.

Kemudian jajaran humas kerap menganggap bahwa tugas dan tanggung jawab menyajikan berita pembangunan secara baik dan menarik minat pembaca media massa menjadi tanggung jawab jurnalis atau media. Anggapan seperti itu muncul karena jajaran humas menilai kualitas jurnalis yang dilepas pimpinan media ke lapangan sudah mumpuni.

Mereka lupa bahwa tidak seluruhnya jurnalis yang dilepas ke lapangan oleh pimpinan media sudah memiliki kualitas mumpuni. Kondisi tersebut membuat para jurnalis dan media memuat siaran berita yang diberikan humas secara mentah-mentah tanpa koreksi dan perbaikan.

Pola pikir dan sistem kerja para tim peliput humas tersebut sebenarnya bertentangan dengan tugas dan fungsi sesungguhnya bidang kehumasan. Tugas dan fungsi humas utama, antara lain menyampaikan kebijakan-kebijakan dan program-program pembangunan pemerintah daerah kepada masyarakat melalui media massa.

Jika berita pembangunan yang disiarkan humas melalui media massa  tidak banyak dibaca masyarakat, tujuan pemberitaan itu bisa dianggap gagal. Kegagalan pemberitaan itu menimbulkan kemubajiran dana dan tenaga yang digunakan untuk meliput dan menyiarkan berita pembangunan tersebut. Artinya, berita pembangunan atau kegiatan pejabat daerah dimuat secara luas di ratusan media massa tidak akan berarti jika berita tersebut tidak dibaca banyak orang dan tidak efektif mensosialisasikan program pembangunan.

Sejatinya, berita pembangunan daerah hendaknya mampu menarik perhatian (afeksi), menambah pengetahuan (kognisi) dan menggerakan (psikomotor) pembaca. Suatu berita pembangunan harus disajikan secara menarik untuk menggugah perhatian, menambah pengetahuan, sehingga pembaca atau masyarakat mau mendukung dan melaksanakan program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah.

Kegiatan-kegiatan penanganan Covid-19 seperti protokol kesehatan (prokes)  dan vaksinasi akan mendapat respon antusias warga masyarakat jika berita-berita mengenai pentingnya penanganan Covid-19 untuk kekebalan tubuh menghadapi Covid-19 bisa disiarkan secara menarik, lengkap, akurat dan menyentuh perasaan pembaca atau warga masyarakat.

Nah, kuranya pemberitaan yang baik mengenai penanganan Covid-19 inilah yang membuat kepatuhan warga masyarakat terhadap protokol kesehatan (prokes) kurang dan antusiasme warga masyarakat mengikuti vaksinasi tidak optimal.

Perlu Pembenahan

Kecenderungan penurunan kalitas pemberitaan pembangunan di daerah tidak bisa dibiarkan agar komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat tidak sampai macet dan menimbulkan kesalah-pahaman dan bahkan bisa memunculkan konflik.

Untuk itu, jajaran humas pemerintahan di daerah perlu meningkatkan kualitas pemberitaan pembangunan yang disajikan kepada media massa melalui siaran pers. Hal itu penting karena pembatasan liputan wartawan terhadap kegiatan pejabat di tengah pandemi Covid-19 masih terus terjadi dan ketergantungan jurnalis terhadap pasokan siaran per humas masih tetap ada.

Sebagai bagian dari juru penerangan (publikasi) pembangunan, humas perlu menyampaikan informasi pembangunan kepada masyarakat agar masyarakat bisa mendukung upaya-upaya peningkatan kesejahteraan mereka yang digagas oleh pemerintah.  Sebaliknya humas juga diharapkan bisa mendapatkan dan menanggapi umpan balik atau respon masyarakatmengenai program-program pembangunan yang mereka terma sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah. (“Kebijaksanaan, Strategi dan Sistem Pembinaan Penerangan”, Sjamsoe Soegito, Bulletin Pengetahuan Kehumasan Nomor 16/1982).

Senada dengan itu, Dirjen Penerengan Umum Kementerian Penerangan Pemerintahan Orde Baru, Drs M Gultom dalam tulisannya, “Humas Berperan daklam Kehidupan Nasional” yang dimuat di Buletin Pengetahuan Kehumasan Nomor 16 Tahun  1982 menyebutkan, melalui publikasi atau penerangan yang dilakukan jajaran humas, saling mengerti, tanggung jawab serta optimisme antara pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan akan terjalin dengan baik. Hal tersebut merupakan sikap mendukung kerja besar yang disebut pembangunan nasional.

Menurut hemat M Gultom, humas berperan sebagai penterjemah kebijakan Pemerintah dalam bahasa yang ditangkap oleh publiknya. Sebaliknya humas juga harus mampu menterjemahkan kehendak masyarakat kepada pimpinan dengan cara yang baik, hingga dengan demikian timbul keserasian hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Jadi humas berperan sebagai penterjemah kebijakan pimpinan dan penterjemah keiunginan masyarakat kepada pimpinan. Hal inilah yang disebut tugas humas  sebagai pelaksana komunikasi timbal balik (two – way communicating).

Tugas tersebut bisa dicapai jika humas mampu memainkan peran The Man Behind The Gun (manusia di balik senjata”. Artinya humas merupakan bagian dari lembaga yang harus mampu membentuk citra yang baik agar bisa menunaikan tugas-tugasnya sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Supaya mampu menjalankan tugas tersebut, humas harus benar-benar memiliki kemampuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

“Jadi tugas penerangan dan kemumasan jelas tidak ringan, lebih-lebih karena masyarakat kita bertambah cerdas dan bertambah rumit persoalannya, yang kesemuanya itu merupakan hasil pembangunan,”katanya.  

Kursus Kehumasan Senior, London, Inggris yang diselenggarakan International Public Relation Association (IPRA), 25 Juli – 13 Agustus 1982, juga menyimpulkan bahwa pejabat humas setiap instansi perlu memiliki bekal pengetahuan, pengarahan dan persepsi yang sama mengenai arah dan kebijakan pembangunan nasional. Dengan demikian humas akan mampu menjadi jembatan menyesuaikan garis kebijaksanaan pemerintah atau instansi ataupun perusahaan dan menjadi jembatan antara masyarakat dengan lingkungannnya. (Buletin Pengetahuan Kehumasan Nomor 16 Tahun  1982 ).

Supaya siaran pers benar-benar layak disiarkan kepada publik melalui media massa, materi siaran pers hendaknya tetap memiliki  nilai berita. Siaran pers yang memiliki nilai berita antara lain harus menarik minat pembaca, artinya berita siaran pers harus menyentuh kepentingan dan kebutuhan pembaca atau masyarakat. Kemudian siara pers juga hendaknya informatif, artinya memiliki muatan informasi yang bisa menembah pengetahuan pembaca mengenai sesuatu hal yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah.

Selain itu siaran pers juga mestinya objektif, yakni benar, tidak bermuatan kepentingan pribadi dan tidak memihak, tetapi kepentingan masyarakat atau publik dan pemerintah harus sama-sama diperhatikan. Kemudian siaran pers juga perlu disajikan secara akurat dan lengkap, terutama mengenai data  - data, seperti jumlah atau persentase.

Kemudian pembuatan siaran pers juga tidak bisa jauh dari kaidah-kaidah jurnalistik atau pers, yakni memberitahukan, menjelaskan, menekankan, mempengaruhi dan membimbing pembaca dan pemirsa.

Selama ini masih cukup banyak kelemahan-kelemahan penulisan siara pers (berita pemerintahan) yang disajikan jajaran humas pemerintahyan daerah. Siaran pers sering tidak lengkap menyajikan semua laporan peristiwa suatu kegiatan seorang kepala daerah.

Sering kali siaran pers hanya memuat sambutan dan wawancara kepala daerah tanpa data, penuh singkatan dinas instansi terkait yang tidak dijelaskan kepanjangannya, tidak dilaporkan nama-nama pejabat yang hadir maupun sambutan-sambutan atau laporan narasumber lainnya.

Kemudian materi berita siaran pers masih sering tidak fokus pada suatu materi, sehingga siaran pers hanya menyampaikan laporan protokoler kegiatan pejabat. Selanjutnya siaran pers juga masih membuat judul berita yang Panjang dan berbelit. Lead atau teras siaran pers juga masih kerap tersajikan dengan rangkaian kalimat bertele-tele dan terlalu panjang.

Sedangkan badan (bagian) berita siaran pers sering juga meloncat-loncat dan membingungkan pembaca, penyusunan kalimat rancu, salah ejaan, istilah teknik dan bahasa asing tidak diterjemahkan dan memuat banyak singkatan yang tidak dipanjangkan (diartikan).  

Akhir Kata  

Siaran pers yang disajikan bidang kehumasan lembaga pemerintahan maupun lembaga lain termasuk produk jurnalis yang perlu dikemas dengan baik sesuai kaidah-kaidah jurnalistik. Hal tersebut penting agar siaran pers  yang dipublikasikan atau disiarkan kepada masyarakat melalui media massa benar-benar menarik perhatian, menggugah serta dapat menjadi sumber informasi, edukasi dan bahan acuan masyarakat untuk mendukung program pembangunan.

Jajaran kehumasan di daerah-daerah masih perlu meningkatkan keterampilan meliput dan menyajikan berita pembangunan atau kegiatan para kepala daerah/pejabat lainnya agar informasi mengenai pembangunan yang mereka sampaikan kepada publik melalui media massa benar-benar mendapat respon masyarakat.

Penyajian berita siaran pers yang disalurkan humas kepada jurnalis atau media massa juga perlu dikemas dengan baik berdasarkan prinsip dan kaidah jurnalis serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) humas sebagai juru penerang pemerintah.

Hal itu penting agar humas benar-benar bisa menjaga citra baik pemerintah di mata publik atau masyarakat sekaligus supaya humas benar-benar bisa menjalankan tugasnya sebagai jembatan komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah.   

Sedangkan kalangan jurnalis/media massa yang selama pandemi banyak mendapatkan pasokan berita melalui siaran pers yang dihasilkan tim liputan humas pemerintah daerah hendaknya berupaya mengemas siaran pers tersebut menjadi berita menarik yang diminati pembaca.

Dengan demikian, kemitraan yang terjalin antara pemerintah daerah dengan jurnalis/media massa tidak mubazir, tetapi menghasilkan produk jurnalis yang bermanfaat meningkatkan pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat. Jurnalis/pers hadir untuk rakyat. Karena itu jurnalis hendaknya senantiasa berpihak pada kepentingan masyarakat. Selamat Hari Pers 2022.***

* Penulis mantan wartawan Harian Umum Suara Pembaruan dan BeritaSatu.Com Jakarta kini mengembangkan media online, MediaLintasSumatera.Com, tinggal di Kota Jambi. 


Berita Lainya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama