Bupati Merangin, H Mashuri (kiri) pada pembukaan Forum Group Diskusi Pemanfaatan dan Penggunaan Dana Afirmasi Perhutanan Sosial 2021 – 2022 Kabupaten Merangin di aula Merangin Hotel, Bangko, Merangin, Jambi, Senin (14/3/2022). (Foto : Matra/KominfoMerangin).
(Matra, Jambi) – Warga masyarakat adat di desa-desa sekitar hutan, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi diharapkan memanfaatkan dana afirmasi (bantuan khusus) untuk pelesatarian hutan di desa masing-masing secara optimal mencegah kerusakan hutan. Kelompok-kelompok pengelola hutan desa yang telah mendapatkan dana afirmasi di daerah tersebut hendaknya melaksanakan program pelestarian hutan secara serius.
Hal tersebut diungkapkan Bupati Merangin, H Mashuri pada pembukaan Forum Group Diskusi (FGD) Pemanfaatan dan Penggunaan Dana Afirmasi Perhutanan Sosial 2021 – 2022 Kabupaten Merangin di aula Merangin Hotel, Bangko, Merangin, Jambi, Senin (14/3/2022).
FGD tersebut turut dihadiri Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Merangin, Agus, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Merangin, Andre, para kepala desa, camat dan ketua lembaga pengelola perhutanan sosial se-Kabupaten Merangin.
Menurut H Mashuri, kelestarian hutan adat, hutan desa, hutan masyarakat, hutan lindung dan hutan nasional di Merangin harus dijaga dengan baik. Hal ini penting karena kelestarian hutan berperan besar meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam menjaga persediaan air, mencegah bencana banjir dan mempertahankan ketersediaan sumber daya hutan.
Dijelaskan, Kabupaten Merangin mendapatkan kucuran dana afirmasi perhutanan sosial tahun 2021 – 2022 sekitar Rp 350 juta. Dana afirmasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) tersebut dikhususkan untuk pengelolaan perhutanan sosial di 22 desa di Kabupaten Merangin.
‘’Dana afirmasi pengelolaan hutan ini dialokasikan KLH khusus untuk Kabupaten Merangin. Pemanfaatan dana afirmasi yang jumlahnya besar ini semata - mata untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,’’ujarnya.
Dijelaskan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merangin tidak ingin hutan yang luas di daerah tersebut semakin hari semakin berkurang. Orang yang mengetahui luas hutan semakin berkurang tentunya warga masyarakat desa. Karena itu warga masyarakat desa harus berupaya semaksimal munkin melestarikan hutan melalui penggunaan dana afirmasi yang telah diperoleh.
“Kalau hutan-hutan yang ada sekarang ini tidak lagi lestari, bagaimana nanti kehidupan anak dan cucu kita kelak. Jadi pelestarian hutan penting agar sumber daya hutan tidak punah. Jika hutan lestari, sumber daya hutan untuk sumber kehidupan seperti hewan-hewannya, cadangan airnya dan lainnya akan tetap tersedia,”katanya.
H Mashuri mengharapkan, dana afirmasi perhutanan sosial di Merangin diharapkan bisa menggairahkan perkembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Merangin. Dana afirmasi perhutanan sosial bisa membangkitkan industri kerajinan khas Kabupaten Merangin.
Juara III
Sementara itu, Ketua Kelompok Pengelola Hutan Adat (KPHA) Kabupaten Merangin, Agustami, SE mengatakan, pelestarian hutan yang dikelola masyarakat desa di Merangin selama ini cukup baik. Bahkan salah satu hutan adat, yakni Hutan Adat Depati Kara Jayo Tuo, Desa Rantau Kermas, Kecamatan Jangkat, Mefrangin berhasil meraih Juara III Kategori Ekowisata Terbaik Anugerah Pesona Indonesia tahun 2021.
Penghargaan tersebut, kata Agustami merupakan buah dari komitmen terhadap pengelolaan hutan yang partisipatif dan berkelanjutan yang selama ini dilakukan oleh masyarakat desa sekitar. Hutan Adat Depati Kara Jayo Tuo merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
“Hutan adat tersebut cukup dekat, hanya sekitar lebih 500 meter dari pemukiman penduduk Desa Rantau Kermas. Antara desa dan gerbang hutan adat membentang Sungai Batang Langkut,”katanya.
Dijelaskan, warga masyarakat Serampas sejak dulu tetap menjaga hutan adat secara turun temurun. Warga desa menerapkan aturan hukum adat secara ketat bagi siapa pun yang merusak hutan adat tersebut. Hutan adat tersebut berada di hulu air (ulu aik). Siapa pun tidak boleh menebang kayu di ulu aik.
“Sedangkan zona pemanfaatan untuk tempat tinggal dan bercocok tanam berada di bawah hulu air atau disebut dengan tanah ajum (tanah arah),”tambahnya.
Menurut Agustami, peraturan pelestarian hutan adat Depati Kara Jaya Tuo semula hanya bersifat lokal. Namun hutan adat tersebut dilegalkan melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan SK.6741/Menlhk-pskl/kum.1/12/2016 tentang Penetapan Hutan Adat Marga Serampas Rantau Kermas.
“Hutan Adat Depati Karo Jayo Tuo ini didaftarkan pada Anugerah Pesona Indonesia dan memenangkan juara tiga untuk kategori ekowisata terbaik,”ujarnya. (Matra/Radesman Saragih).
Posting Komentar