. Profil Romo Magnis dan Buya Syafii Maarif, Dua Tokoh Agama yang Paling Tulus Membangun Bangsa Ini

Profil Romo Magnis dan Buya Syafii Maarif, Dua Tokoh Agama yang Paling Tulus Membangun Bangsa Ini

(Alm) Buya Syafii Maarif (kiri) dan Franz Magnis-Suseno alias Romo Magnis. (Foto: Istimewa) 

BARU-baru ini
jagad maya ramai memperbincangkan pernyataan Franz Magnis-Suseno alias Romo Magnis terkait presiden yang memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip pemimpin dari organisasi mafia. 

Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu menyampaikan, sikap seorang presiden yang menggunakan kekuasaan demi keuntungan keluarganya merupakan sesuatu yang memalukan. Tak hanya menandakan kurangnya wawasan, sikap itu juga membuktikan bahwa presiden tersebut hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya (Kompas.id/2/4/2024).

Demikian sekelumit kesaksian profesor filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis, ahli yang dihadirkan oleh kubu Ganjar-Mahfud dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024.

Nama Romo Magnis sempat disinggung oleh kuasa hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (4/4/2024).

Siapa sosok Franz Magnis Suseno. Di tengah keresahan masyarakat karena kebangkitan kelompok garis keras yang mengancam keutuhan bangsa, masih ada sejumlah tokoh yang memiliki komitmen untuk menjaga persatuan dan kebhinnekaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu tokoh itu adalah Romo Franz Magnis Suseno SJ.

Romo Franz Magnis Suseno lahir di keluarga bangsawan Jerman. Pada masa kecilnya, ia pernah tinggal di kamp pengungsian. Ketertarikan akan kehidupan beragama dan misionaris membawanya bergabung dengan Serikat Jesus (SJ), sehingga meninggalkan keluarga dan negaranya untuk menjadi misionaris. Pada Januari 1961, ia tiba di Jakarta.

Tinggal di komunitas Jesuit di Kulonprogo, DI Yogyakarta, mengharuskannya belajar bahasa Jawa sebelum bahasa Indonesia. Dalam tiga belas bulan, Romo Magnis dapat menguasai bahasa Jawa. Pilihan untuk menggunakan nama Jawa (Suseno) sebagai nama keluarga menunjukkan kecintaannya pada budaya Indonesia. Ia menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) pada tahun 1977.

Romo Magnis telah memberikan kontribusi besar dalam dialog antar keyakinan. Ketika ekstremisme atas nama agama muncul, ia semakin vokal dalam menyuarakan pentingnya dialog yang bijaksana. Baginya, Indonesia adalah milik bersama, bukan milik mayoritas. Persoalan intoleransi yang memicu perpecahan bangsa menjadi keprihatinannya.

Dekat dengan kalangan pemikir Islam seperti almarhum Nurcholish Madjid (Cak Nur) dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Romo Magnis aktif dalam dialog antar umat beragama. Ia menganggap Gus Dur sebagai salah satu manusia yang paling penting dalam hidupnya.

Pada tahun 2015, Romo Magnis dianugerahi Bintang Mahaputera dari Presiden RI. Belakangan, ia juga mendapatkan penghargaan "Bhinneka Tunggal Ika Award 2017" dari LKBN Antara dan Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) atas kontribusinya dalam dialog antar keyakinan.

Meski telah meraih berbagai penghargaan, Romo Magnis tetap rendah hati. Ia menolak hadiah Bakrie Award 2007 sebagai bentuk solidaritas kepada korban lumpur Lapindo di Sidoarjo.

Romo Franz Magnis Suseno SJ adalah sosok yang menonjolkan nilai-nilai keberagaman dan menjaga persatuan di Indonesia. Meskipun berusia 81 tahun, ia masih aktif menulis dan menjadi pembicara. Dedikasinya terhadap kebhinnekaan dan toleransi antar keyakinan menjadikannya misionaris sejati pewaris nilai-nilai luhur bangsa.

Terbaru, kesaksian profesor filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis, ahli yang dihadirkan oleh kubu Ganjar-Mahfud dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024, membuka mata kita pentingnya etika dalam menjaga demokrasi di Indonesia.

Sosok Buya Ahmad Syafii Maarif

Pada Jumat, 27 Mei 2022 lalu, Indonesia kehilangan sosok ulama kharismatik, Ahmad Syafii Maarif, yang akrab disapa Buya Syafii Maarif. Ia meninggal dunia setelah mengalami serangan jantung yang kedua kalinya.

Mengenal lebih jauh tentang sosok Buya Syafii Maarif, ia dilahirkan pada 31 Mei 1935 di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Sumatra Barat. Ayahnya, Ma’rifah Rauf Datuk Rajo Malayu, adalah seorang kepala suku dan saudagar. Ibunya, Fathiyah, wafat ketika Ahmad Syafii masih berusia 18 bulan.

Pendidikan Buya Syafii Ma'arif dimulai di Sekolah Rakyat (SR) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan di Universitas Cokroaminoto dan Universitas di Amerika Serikat. Gelar Master of Arts diraihnya dari Ohio University, Amerika Serikat (AS) pada 1979 dan gelar doktoralnya diperoleh dari University of Chicago di negara yang sama pada 1983.

Buya Syafii Maarif pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah selama tujuh tahun, dari 1998 hingga 2005. Ia juga pernah menjabat sebagai Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP).

Di awal era reformasi, Buya Syafii Maarif aktif dalam gerakan moral anti korupsi. Gerakan moral tersebut dideklarasikan Oktober 2003. Dalam autobiografinya, Buya Syafii Maarif menulis mengenai hal itu.

Menurutnya, hari depan Indonesia akan tergantung kepada berhasil atau gagalnya bangsa ini melawan korupsi ini. Jika berhasil, ada harapan bahwa Indonesia masih punya masa depan. Sebaliknya, jika gagal, mungkin masih ada masa depan, tetapi sebuah masa depan yang gelap gulita.

Buya Syafii Maarif bukan hanya milik Persyarikatan Muhammadiyah, tetapi telah menjadi milik bangsa Indonesia. Ia punya reputasi sebagai guru bangsa. Pemikiran dan pandangan briliannya sering diminta oleh berbagai kalangan, mulai dari presiden, menteri dan pejabat pemerintah lainnya, akademisi, politisi maupun generasi muda harapan bangsa.

Ia adalah pribadi yang egaliter, tampil apa adanya, low profil tanpa pura-pura dan tanpa dibuat-buat. Buya Syafii Maarif tidak ingin diistimewakan. Dalam istilah tasawuf, almarhum orang yang qanaah dan zuhud terhadap kemewahan materi dan kehormatan duniawi.

Buya Syafii Maarif adalah figur intelektual muslim kontemporer yang mampu mempertautkan dunia pemikiran timur dan barat. Sebagai pemikir muslim moderat, ia tidak segan-segan melakukan autokritik secara bertanggungjawab terhadap kelemahan umat Islam dan negara-negara muslim.

Sampai usia lanjut, ia bahkan tidak lelah berpikir, mengemukakan pandangan kritis yang objektif dan mengutarakan kerisauan sembari memberi masukan di media massa. Petuah dan wasiat-wasiat Buya Syafii Maarif tersebar dalam puluhan buku hasil karyanya serta ratusan artikel di Harian Kompas, Republika serta publikasi Muhammadiyah. Karena itu, julukan sebagai guru bangsa dan “suluh bangsa” sangat layak disandangkan kepada Buya.

Kenangan Dua Orang Sahabat

Romo Magnis Suseno, mengenang keakrabannya dengan Ahmad Syafii Maarif. Dalam keterangannya, Romo Magnis menyebut Buya Syafii sebagai sahabat sejati.

Romo Magnis mengungkapkan bahwa ia dan Buya Syafii sering bertemu karena merasa akrab dengan beliau. Buya Syafii selalu penuh perhatian, membuat Romo Magnis merasa dimengerti dan disayangi.

Mereka sering berdiskusi, dan Romo Magnis menilai Buya Syafii selalu memiliki keterbukaan, sikap positif, namun juga kritis. Keislaman Buya Syafii, serta kepeduliannya terhadap keadaan di Indonesia, juga menjadi sorotan dalam dialog mereka.

Romo Magnis merasa bersyukur bisa bertemu dan mengenal Buya Syafii dalam perjalanan hidupnya. Ia berterima kasih kepada Tuhan atas kehadiran Buya Syafii dalam hidupnya.

Dalam berbagai kesempatan, Romo Magnis dan Buya Syafii terlihat bersama. Keduanya seringkali memiliki pemikiran dan sikap yang sama dalam menanggapi isu-isu atau permasalahan bangsa. Salah satu contohnya adalah pandangan mereka terkait konflik di Papua, di mana keduanya menawarkan proses dialog sebagai solusi.

Pada tahun 2015, keduanya memberikan pembekalan untuk Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta menerima bersama Habibie Award pada tahun 2010. Hubungan hangat dan kebersamaan antara Romo Franz Magnis Suseno dan Buya Syafii Maarif menjadi cerminan dari semangat persatuan dan kebhinnekaan yang menjadi nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia. 
(S24/Berbagaisumber/AsenkLeeSaragih)

Berita Lainya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama