. Jika Hasto Dikriminalisasi Kader PDIP Siap Bergerak!

Jika Hasto Dikriminalisasi Kader PDIP Siap Bergerak!


Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri tiba di Gedung High End, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, didampingi oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, Kamis (15/2/2024).© KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA


Oleh: Sutrisno Pangaribuan

Hasto Kristianto memberi teladan sebagai ksatria politik dan benteng demokrasi dengan memastikan hadiri pemanggilan Polda Metro Jaya, Selasa (4/6/2024). Wawancara pada stasiun televisi nasional menjadi alasan pemanggilanya yang dilaporkan pihak tertentu. Hasto sama sekali tidak gentar, tidak mencari alasan untuk menghindar. Hasto bahkan meminta para kader PDIP yang mulai “marah” untuk tetap tenang, dan tidak perlu ramai- ramai mendatangi Polda Metro Jaya.

Salah satu hakikat demokrasi adalah kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Konstitusi pada Pasal 28E ayat (3) UUD 1945; Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Lebih lanjut diatur dalam UU No.9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Demokrasi juga menjamin kebebasan pers dan penyiaran yang telah diatur pada UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers dan UU No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.

Jika wawancara Hasto di stasiun televisi nasional (info: SCTV) dijadikan dasar pemanggilan, maka pemanggilan tersebut sebagai bentuk intimidasi politik dan pemasungan terhadap demokrasi yang hakikatnya “perbedaan pendapat” dan kemerdekaan berkata “tidak”. Wawancara pers yang disiarkan baik langsung atau tidak langsung adalah produk jurnalistik yang dapat diuji sesuai UU Pers dan Penyiaran.

Terhadap materi wawancara Hasto juga harus dilihat dalam konteks koreksi dan kritik terhadap tata kelola negara dan pemerintahan. Semua penyelenggara negara dalam kedudukan dan jabatannya tidak boleh baper dan anti kritik. Jika kritik dan koreksi Hasto mengganggu orang dalam kedudukan dan jabatannya, maka orang tersebut secara aktif membuat laporan (delik aduan). Tidak dibenarkan pihak lain, selain orang dalam jabatan dan kedudukannya melapor.

Bagi kader PDIP Indonesia, pemanggilan Hasto bukan pemanggilan biasa. Aroma politik intimidasi sangat terasa dan penuh nuansa politik. Tindakan tersebut mirip dengan perilaku orde baru yang anti kritik dan intimidatif. Maka pemanggilan Hasto direspon oleh kader sebagai berikut:

Pertama, bahwa Hasto sebagai Sekjend DPP PDIP adalah salah satu representasi pimpinan partai. Wibawa dan kehormatan partai melekat dalam diri Hasto, sehingga ketika simbol, kewibawaan kehormatan partai diusik, maka seluruh kader PDIP juga terusik.

Kedua, bahwa kader PDIP di seluruh daerah siap menggeruduk Polda, Polres, hingga Polsek jika tindakan yang diduga sebagai kriminalisasi terhadap Hasto tidak segera dihentikan. Kader PDIP siap bergantian mendatangi markas- markas kepolisian demi tegaknya keadilan.

Ketiga, bahwa kebebasan berbicara di muka umum tanpa rasa kuatir dan rasa takut adalah hak azasi yang dijamim konstitusi. Maka negara dan pemerintah harus menjaminnya, bukan sebaliknya melakukan pembatasan, pembungkaman, dan pelarangan.

Keempat, bahwa kebebasan pers produk reformasi yang harus terus dijaga dan diwujudkan. Negara dan pemerintah harus menciptakan iklim yang sehat untuk kebebasan pers. Semua produk jurnalistik hanya dapat diawasi dan dikoreksi dengan UU Pers. Produk pers tidak dapat diproses dalam UU lain, termasuk KUHP tanpa terlebih dahulu dikaji dan dikoreksi UU Pers. 

Kelima, bahwa tindakan pemanggilan Hasto merupakan awan gelap dan hitam bagi demokrasi. Maka seluruh aktivis pro demokrasi diminta untuk mengenakan pakaian berwarna hitam gelap. Warna yang mencerminkan gelapnya demokrasi saat ini akibat kekuasaan politik yang suci dan bersih dikuasai oleh kelompok hitam yang membelokkan jalan reformasi.

Kita semua adalah pemilik sah bangsa ini maka semua tindakan pembungkaman, pembatasan, pembegalan hukum dan demokrasi akan kita lawan. Reformasi yang diperjuangkan dengan darah dan air mata akan terus kita rawat dan jaga. Orde baru yang telah merampas kebebasan dan kemerdekaan warganya tidak kita izinkan lagi untuk kembali. Jika orde baru hadir dengan neo orde baru, maka kita akan lakukan Reformasi Jilid II.(Penulis Adalah Fungsionaris PDIP)

Berita Lainya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama