. Demi Penyelamatan UMKM, Pemerintah Diharapkan Gunakan 40 % Anggaran untuk Membeli Produk UMKM

Demi Penyelamatan UMKM, Pemerintah Diharapkan Gunakan 40 % Anggaran untuk Membeli Produk UMKM

 Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah (UKM), Teten Masduki. (Foto : Matra/Ist)
 
(Matra, Jakarta) – Asosiasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia (AKUMINDO) mengharapkan pemerintah segera merealisasikan pemanfaatan 40 % anggaran belanja untuk membeli produk UMKM. Kebijakan menggunakan 40 % anggaran belanja pemerintah untuk membeli produk UMKM memiliki peran besar membangkitkan UMKM dari keterpurukan di tengah pandemi Covid-19.

Harapan tersebut mencuat pada diskusi online (virtual) bertajuk “Saatnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Bangkit Mendukung Pariwisata” di Jakarta, Senin (19/4/2021). Diskusi tersebut diselenggerakan Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Tampil sebagai pembicara pada diskusi virtual tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah (UKM) RI, Teten Masduki dan Ketua Umum Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (AKUMINDO), M Ikhsan Ingratubun.

Menurut M Ikhsan Ingratubun, AKUMINDO merespon positif wacana pemerintah mewajibkan kementerian dan lembaga pemerintahan membelanjakan sekitar 40 % anggaran untuk membeli produk UMKM. Kebijakan tersebut akan membantu membangkitkan UMKM melalui jaminan pemasaran produk.

“Sebenarnya saya sangat senang dengan wacana pembelanjaan 40 % anggaran belanja pemerintah membeli produk UMKM. Cuma saya belum tahu apakah kebijakan tersebut wajib atau tidak. Payung aturannya sudah ada belum atau bisa dilaksnakan dan tidak. Mudah-mudadah dalam waktu dekat ada payung hukumnya, sehingga kebijakan tersebut bisa dilaksanakan,”ujarnya.

Sementara itu, Tetan Masduki mengatakan, bila dikalkulasi, total nilai 40 % belanja kementerian dan lembaga pemerintah digunakan membeli produk UMKM tersebut mencapai Rp 400 triliun. Jika kebijakan itu diberlakukan sangat membantu untuk membangkitkan UMKM.

Namun, kata Tetan Masduki, kebijakan tersebut belum bisa dilaksanakan. Kendalanya terletak pada Lembaga Lebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Standar di LKPP terlalu tinggi untuk pembelian produk UMKM. Kemudian ada juga yang suriga hal itu nantinya hanya bisa diisi produk luar yang telah memenuhi standar LKPP.

“Karena itu kita akan moderasi dan lakukan pendampingan agar produk UMKM punya standar, ada peningkatan lualitas. Dengan demikian 40 % belanja pemerintah untuk membeli produk UMKM ini bisa diharapkan menjadi stimulus tambahan untuk pemulihan UMKM,”ujarnya.

Teten Masduki mengatakan, sebenarnya sudah ada payung hukum untuk pelaksanaan kebijakan pembelanjaan 40 % anggaran pemerintah untuk membeli produk UMKM tersebut. Payung hukumnya, yakni Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Namun UU tersebut tidak mengatur sanksi bagi kementerian dan lembaga pemerintah yang enggan membelanjakan 40 % anggaran mereka untuk  membeli produk UMKM.

“Waktu kami membahas masalah tersebut dengan Kementerian Keuangan, masih ada keberatan mengenai kebijakan tersebut. Kalau kemudian nanti diberikian sanksi anggaran bagi kementerian dan lembaga yang tidak belanja 40 % hal tersebut menghambat penyerapan yang lain. Jadi kami masih mencari pendekatan yang lain. Intinya kita ingin efektikan 40 % belanja kementerian dan lembaga pemerintahan untuk membeli produk UMKM,”paparnya. .

Dikatakan, belanja pemerintah untuk membeli produk UMKM diharapakan menjadi stimulus lain untuk membangkitkan UMKM di samping bantuan dana lainnya. Daya beli pemerintah cukup tinggi, sehingga produk UMKM bisa terpasarkan. Dari pendekatan market deman (pasar dan permintaan) Kementerian Koperasi dan UKM memberikan dukungan terhadap penggunaan belanja pemerintah 40 % untuk membeli produk UMKM tersebut.

Selain itu, lanjutnya, sesuai UU Cipta Kerja, pemerintah juga memberikan 30 % ruang publik (infrastruktur publik) untuk tempat usaha UMKM. Baik itu di kawasan pelabuhan , bandara, stasiun, rest area (tempat istirahat) jalan tol dengan tarif yang kompetitif untuk UMKM. Dengan demikian diharapkan bisa tercapai transfotrmasi (kebangkitan) UMKM pasca pandemi.

Prihatin 

Menurut Teten Masduki, UMKM sebenarnya punya daya tahan daya adaptasi luar biasa. Dari krisis per krisis yang melanda Indonesia selama ini, UMKM bisa menyelamatkan ekonomi nasional. Namun aaat ini keadaan UMKM di Indonesia memprihatinkan akibat pandemi.

“Pandemi yang sudah lebih satu tahun berlangsung membuat banyak UMKM tutup. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), akibat pandemi, sekitar 500 0000 unit dari 64 juta unit UMKM di Indonesia tutup. Hal tersebut disebabkan omzet penjualan UMKM turun antara 40 % – 80 % dan masalah pembiayaan,”katanya.

Dijelaskan, secara kesuluruhan UMKM Indonesia masih bisa bertahan dan itu cukup sangat positif. Untuk tingkat dunia, UMKM di Indonesia dianggap punya ketahanan daya luar biasa selama pandemi. Hal tersebut tidak telepas dari dukungan pemerintah. Mulai dari dukungan program restruktrisasi pinjaman, subsidi bunga, subsidi listrik, termasuk hibah modal kerja tahun ini yang dilanjutkan kembali.

Menurut catatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kata Teten Masduki, UMKM di Indonesia masih banyak yang berhasil melakukan adaptasi dengan situasi baru. Menyikapi terbatasnya daya beli masyarakat, UMKM mengubah produknya ke usaha makanan dan kesehatan karena permintaan produk tersebut paling tinggi selama pandemi.

“Kemampuan adaptasi itu yang luar biasa. Mereka mulai berdaptasi dengan market baru, platform digital. Tahun lalu 4 juta UMKM kita terdaftar di platform digital. Jadi sekarang sudah mencapai 12 juta UMKM masuk market digital digital,”katanya.

Sementara menurut Ikhsan, keterpurukan UMKM akibat pandemi mulai terasa sejak 2020. Saat itu diperkirakan UMKM turun dan hanya bertahan tiga bulan. Kebijakan Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB) sangat mempengaruhi UMKM.

Dijelaskan, pada bulan Juni 2020 akhirnya banyak UMKM yang collaps (gulung tikar). UMKM tersebut tidak bisa berbuat apa-apa dan terpaksa merumahkan karyawan.  Kemudian ada kelompok UMKM  yang masih bisa bertahan dengan cara restrukturisasi. Mereka  mampu membayar tapi batuk-batuk bayarnya, butuh bantuan bantuan pemerintah.

“UMKM yang bisa bertrahan di tengah Covid-19 hanya yang mampu bertransformasi, mengubah pola usaha ke platform digital,”katanya.

Ikhsan mengatakan, stimulus (bantuan) yang diberikan pemerintah untuk membantu UMKM di tengah pandemi sudah baik. Stimulus tersebut ada tiga jenis, yakni membantu UMKM yang collaps dengan dana Rp 2,4 juta untuk 12 bulan tahun lalu dan Rp 1,2 juta tahun ini. Kemudian, kebijakan pemerintah menunda pinjaman pokok dan memberi diskon bunga 50 %.  Kebijakan tersebut sudah sangat bagus untuk membangkitkan UMKM.

Kemudian, lanjutnya, biaya Pemulihan Ekonomi Nasional dan Kredit Usaha Rakyat semakin dipertajam. Mulai Nov 2020, pemerintah sudah merubah konsep PSBB ke arah yang sifatnya mulai berani. Tapi memang celakanya saat itu, pemerintah kembali lagi PSBB. Dan syukurnya sampai sekarang pemerintah hanya menerapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro. Jadi ini berbanding lurus dengan upaya pemulihan UMKM.

“Kini saatnya UMKM bangkit mendukung pariwisata. Saya mohon izin. Saya nggak setuju dikatakan UMKM mendukung pariwisata. Kebijakan pariwisata yang membangkitkan UMKM. Kita balik.  Kebijakan pariwisatanya bagus, pemerintah membuat kebijakan yang baik, maka UMKM akan terkerek,’”ujarnya.

Dikatakan, kondisi sekarang sudah mulai membaik. Perkembangan kegiatan ekonomi dan sosial sekarang ini sudah mulai membangkitkan UMM berkat penerapan PPKM. Kemudian vaksinasi juga terus berlanjut.

“Apalagi saat ini orang semakin berandi dan percaya diri ke luar rumah dan daerah. Ini akan mendukung peningkatan transaksi UMKM,”katanya. (Matra/AdeSM)

Berita Lainya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama