INFO TERKINI

10/recent/ticker-posts

Kerdilkan Peran Media, Gubernur Jabar KDM Diboikot Insan Pers, KDM Puas Dengan Medsos Pribadi

Foto Istimewa.

Bandung, S24-Produk jurnalistik dengan produk konten sosial media sangatlah jauh berbeda. Media bisa berubah-ubah, tapi produk jurnalistik tetap abadi. Platform media sosial kini lahir dengan berbagai bentuk dan kemudahan. Berangkat dari kemudahan itu, Gubernur Jawa Barat KDM meninggalkan peran jurnalis dalam peliputan berita di lingkungan Provinsi Jawa Barat.

Bahkan anggaran yang sebelumnya tercatat sebesar Rp 50 Miliar di pos Diskominfo Provinsi Jawa Barat untuk kemitraan dengan media, kini dibuat KDM hanya Rp 3 Miliar. Hal ini membuat media-media yang menyajikan produk jurnalistik, terabaikan, bahkan tak dianggap penting oleh KDM. 

Paling ironisnya, KDM perintahkan kepala daerah di Provinsi Jawa Barat "putus" kerjasama pemberitaan dengan media. Hal ini membuat insan pers bereaksi dan menentang KDM. 

Bahkan KMD hanya mengandalkan tiga platfom media sosial seperti YouTube, IG dan TikTok sebagai saluran publikasi dan komunikasi KDM dalam menjalankan profesinya sebagai gubernur Jawa Barat. Bahkan KDM menyebutkan kalau hasil pendapatan dari media sosialnya itu bisa menghidupi 10 orang tim medianya dan bahkan bisa untuk membagikan hasilnya untuk rakyat miskin. 

Label "Gubernur Konten" yang dilekatkan kepada KDM, juga mengundang reaksi KDM tentang pernyataan itu. Bahkan secara blak-blakan KDM menyebut kalau konten-konten yang dibuatnya adalah saat menjalankan kerja menyapa masyarakat. Juga berbagi rejeki kepada orang susah di Jawa Barat.

Dampak penghasilan dari konten di media sosial milik KDM, sehingga KDM mengesampingkan peran jurnalis dalam mengawal dan sosial kontrol pembangunan dan kebijakan pemerintah. Kini KDM diboikot oleh Pers di jawa Barat, karena mengkerdilkan peran media sebagai saluran informasi dan publikasi pembangunan dan sosial kontrol di Jawa Barat. 

Seorang warganet Uttok Sondi memberikan tanggapan soal aksi boikot KDM ini. Uttok Sondi memberikan judul "SUKA SUKA SENDIRI". Berikut dibawah ini pendapat Uttok Sondi. 

Sebenarnya memutus hubungan dengan wartawan itu tidak baik. Karena wartawan adalah sarana yang baik untuk sosialisasi kebijakan atau penyebaran informasi yang berguna kepada masyarakat. Dan wartawan adalah pilar demokrasi.
 
Dengan sarana penyampaian informasi seperti yang ada sekarang, memang sangat mungkin seorang publik figur tidak membutuhkan wartawan untuk mempertahankan popularitas. Yang rugi dalam kondisi seperti itu adalah masyarakat. Karena masyarakat tidak lagi mendapat informasi yang berimbang. Hanya mendapat informasi sepihak.

Persoalannya banyak orang yang sok-sok wartawan bahkan yang ngaku-ngaku wartawan tapi tidak berlaku sebagai wartawan. Pemalak berkedok wartawan itu ada banyak. Bahkan mungkin yang begitu lebih banyak jumlahnya dari wartawan yang sebenarnya. 

Dan wartawan yang hanya copy paste berita wartawan lain tanpa pernah bertemu narasumber sepanjang bulan bahkan tahun pun tidak sedikit. Aturan tentang kewartawanan memang perlu ditegakkan, terlebih pada media online, jalur mainstream penyampaian informasi saat ini. Percuma ada kode etik jurnalistik kalau pelaksanaannya tidak diawasi.

Percuma ada Dewan Pers kalau tidak menjalankan fungsinya. Percuma ada Undang-undang Pokok Pers kalau masing-masing bisa suka-suka sendiri.

Jadi ini bukan hanya persoalan KDM, tapi persoalan kita semua. Bagaimana agar Pers Pancasila, pers yang menganut teori tanggung jawab sosial, bisa berperan dalam membuat bangsa ini besar seperti yang dicita-citakan, sebagaimana tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. #pers

Serentak Boikot KDM

Sebelumnya puluhan wartawan dari sepuluh organisasi pers di Kabupaten Karawang menggelar aksi protes terhadap pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Aksi tersebut berlangsung di Lapak Ngopi, Jalan Panatayuda, Karawang, pada Senin sore (7/7/2025) lalu.

Pernyataan tersebut sebagai bentuk pengingkaran terhadap demokrasi dan pelecehan terhadap profesi wartawan, sehingga pernyataan KDM ini mengundang reaksi dari para insan pers.

Kegiatan yang diinisiasi oleh Aliansi Wartawan Karawang dan Forum Jurnalis Media Karawang itu turut dihadiri aktivis senior Imran Rosadi serta Ketua Umum Garda Pasundan.

Protes dilatarbelakangi pernyataan Gubernur Jabar Dedi yang disebut mengimbau pejabat daerah untuk tidak bekerja sama dengan media. Pernyataan itu dinilai menyudutkan dan merendahkan serta mengerdilkan profesi jurnalis, khususnya di Karawang.

CEO Lintas Karawang, Nurdin Syam, yang akrab disapa Mr. Kim, menyampaikan rasa kecewa dan keberatannya atas pernyataan tersebut.

“Kami tidak pernah memusuhi KDM. Bahkan kami sempat mendukungnya saat mencalonkan diri sebagai gubernur. Tapi tiba-tiba, tanpa alasan yang jelas, KDM dihadapan para OPD justru mengimbau agar tidak bekerja sama dengan media,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa pihaknya meminta Gubernur Jabar Dedi untuk mencabut pernyataannya dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada insan pers, khususnya di Karawang.

“Kalau tidak ada permintaan maaf dan pencabutan pernyataan, kami bersama hampir seratus wartawan yang hadir akan memboikot semua kegiatan yang berkaitan dengan Gubernur Dedi,” tegas Mr. Kim.

Senada dengan itu, wartawan senior Romo Hartono juga menyuarakan kekecewaannya terhadap ucapan Gubernur Dedi. 

Ia menilai, sebagai kepala daerah, Dedi Mulyadi seharusnya menjaga hubungan baik dengan media yang turut berperan dalam perjalanan karier politiknya.

“Apakah dia sudah merasa sangat berkuasa dan lupa bahwa media juga punya andil membesarkan namanya?” sindirnya.

Romo juga mengingatkan bahwa kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Pers, dan sikap anti-media tidak sejalan dengan semangat demokrasi.

“Mungkin dengan aksi boikot ini, Gubernur Dedi bisa belajar bahwa sehebat apa pun seseorang, tetap membutuhkan pihak lain. Bahkan seorang raja pun tidak bisa berjalan sendiri,” tandasnya.

Aksi damai ini ditutup dengan seruan solidaritas antar jurnalis untuk terus menjaga marwah profesi dan kebebasan pers di Indonesia. Dan juga penandatanganan spanduk bertuliskan tangan ‘Boikot KDM’ oleh seluruh peserta yang hadir.

Pers Jawa Barat boikot KDM.(IST)

Sikap IWO

Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Karawang, Syuhada Wisastra mengatakan sikap tegas dan kritisnya di acara diskusi santai dan sehat, serta pernyataan sikap semua wartawan sekabupaten Karawang yang bertempat di Lapak Ngopi, Senin lalu.

"Pernyataan Gubernur Jabar sangat kami sayangkan. Itu bukan sekadar ucapan, tapi bentuk pengingkaran terhadap demokrasi dan pelecehan terhadap profesi wartawan. Jika media dianggap tak perlu, maka siapa yang akan mengawal jalannya pemerintahan? Siapa yang menjadi penghubung antara suara rakyat dan pemegang kekuasaan?,” tegas Syuhada.

Menurut Syuhada, media bukan hanya penyampai informasi, melainkan pilar demokrasi yang keempat, sejajar dengan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam sistem demokrasi, kekuasaan yang tidak dikontrol oleh media cenderung menjadi otoriter dan tidak transparan.

“Kami di IWO Indonesia Karawang berdiri bukan untuk ikut euforia, tetapi menjaga marwah profesi. Media sosial tidak bisa menggantikan wartawan. Kita punya sistem verifikasi, kode etik jurnalistik, dan pertanggungjawaban yang jelas. Sementara konten di media sosial bisa dimanipulasi siapa saja, kapan saja, tanpa akurasi dan tanggung jawab.” ujarnya.

KDM focus aja kepada kinerja dan realisasikan janji janji kampanye nya kenapa kok tidak ada angin tidak ada hujan tiba tiba berstatemen begitu, ada apa dengan KDM? Cabut pernyataan KDM dan minta maaf kepada wartawan media pers sejawa barat. Kami wartawan Karawang BOIKOT segala pemberitaan KDN

IWO Indonesia Karawang juga menegaskan bahwa wartawan tidak sedang mencari panggung atau perhatian, melainkan menjalankan amanat Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Kami tidak benci Dedi Mulyadi, tapi Gubernur seharusnya membangun sinergi dengan insan pers, bukan malah menciptakan jarak dan stigma. Jika kepala daerah mulai menyepelekan media, maka ini preseden buruk bagi masa depan kebebasan pers di Indonesia,” ujarnya

Dengan begitu, IWO Indonesia Karawang menyatakan solidaritasnya kepada rekan-rekan jurnalis di Kabupaten Karawang yang telah menyuarakan keprihatinan secara tertib dan bermartabat.

“Kami mendukung penuh sikap seluruh organisasi media di Karawang yang hari ini hadir dalam menyatakan sikap. Ini bukan soal daerah, ini soal harga diri profesi dan kelangsungan demokrasi kita," tandasnya.

Lebih lanjut kata Syuhada Wisastra menyerukan agar Gubernur Jabar Dedi Mulyadi segera memberikan klarifikasi dan menunjukkan sikap terbuka terhadap media, bukan menutup ruang komunikasi yang sehat.

“Kami bukan musuh kekuasaan. Kami mitra kritis. Hormati pers, maka demokrasi akan hidup. Abaikan pers, maka lahirlah rezim yang tertutup dan penuh ilusi," pungkasnya.

Pers Karawang boikot KDM.(IST)

Sikap Pers Jabar

Sementara organisasi pers terbesar dan tertua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Barat belum memberikan tanggapan soal KDM mengkerdilkan peran pers dan media tersebut. 

Tapi pada awal Juli 2025 lalu, tokoh pers Kota Bekasi Raya melakukan dialog pers. Hadir pada dialog ini jajaran pengurus dan anggota SMSI Kabupaten Bekasi, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bekasi Raya, Forum Wartawan Jaya (FWJ) Indonesia Korwil Bekasi, Aliansi Wartawan Indonesia Bangkit Bersama (AWIBB) Jawa Barat, Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia (AWPI) Kabupaten Bekasi, Perkumpulan Pemimpin Redaksi Independen (PPRI) cabang Kabupaten Bekasi, Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Kabupaten Bekasi, Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO I), Komunitas Sosial Media Indonesia (KOSMI), Forum Hari Ini (FHI), para direktur dan pemimpin redaksi perusahaan pers, ratusan wartawan serta beberapa organisasi media di Bekasi Raya.

Kedua tokoh Kabupaten Bekasi tersebut memberikan masukannya kepada insan media di Bekasi Raya dan mengingatkan KDM untuk menghormati pers sebagai salah satu pilar demokrasi.

Usai penyampaian pandangan dari para pemimpin organisasi Pers, media dan tokoh masyarakat, Dialog dilanjutkan dengan pernyataan sikap bersama yang dipimpin oleh Ketua SMSI Kabupaten Bekasi Doni Ardon dan Ketua PWI Bekasi Raya Ade Muksin.

Acara dipandu secara apik oleh pengurus SMSI Kabupaten Bekasi Suryo Sudharmo dan Paulus Simalango dan berjalan secara tertib serta damai.

Ada beberapa poin yang disuarakan dalam Dialog Pers Bekasi Raya tersebut. Poin-poin tersebut, yakni :

A. Menegaskan fungsi Pers sebagai pilar demokrasi, bukan penggembira. 

1. Media adalah pilar keempat demokrasi, bukan hanya pelengkap seremoni pemerintah.

2. Wartawan bukan buzzer. Pers bukan alat promosi.

3. Tanpa media, publik kehilangan alat kontrol terhadap kekuasaan.

B. Menolak Stigma “Media Tak Diperlukan” oleh Pejabat Publik"

1. Pernyataan Gubernur Jabar KDM yang menyatakan media tak perlu lagi, cukup medsos, adalah bentuk pengerdilan profesi wartawan.

2. Meminta klarifikasi Gubernur Jabar KDM dan menuntut penghormatan terhadap UU Pers No. 40 Tahun 1999.

C. Media Sosial Tidak Bisa Gantikan Pers

1. Medsos tidak punya redaksi, tidak punya sistem verifikasi, dan tidak tunduk pada Kode Etik Jurnalistik.

2. Pers hadir dengan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.

D. Membangun Narasi Sinergi Media – Pemerintah – Masyarakat.

1. Pers tidak anti pemerintah, justru menjadi mitra strategis dalam penyebaran informasi publik yang benar.

2. Mendorong pola kerja sama yang sehat, bukan transaksional.

E. Memperkuat Solidaritas dan Martabat Profesi Wartawan

1. Media di Bekasi harus bersatu dalam satu sikap, tidak saling melemahkan.

2. Jangan beri celah kepada pihak luar untuk memecah belah komunitas pers.

Dialog Pers menjadi pengingat bahwa pers adalah simbol kebenaran informasi, bukan alat propaganda. Insan pers Bekasi Raya menyatakan akan terus menjaga marwah profesi di tengah tantangan zaman era tehnologi digital. Media boleh berubah-ubah, tapi produk jurnalistik tetep abadi. (Berbagaisumber/AsenkLeeSaragih) 


BERITA LAINNYA

Posting Komentar

0 Komentar