Oleh: Kurpan Sinaga, SH
Mengapa Tahun 1960-1964 Disebut Tahun Kebangkitan Simalungun? Mengapa PMS Lahir dan Mengapa Disebut Representasi dan Pemangku Adat Simalungun? Mengapa PMS Menjadi Sebuah Organisasi yang Menjadi Induk Organisasi Kesimalungunan? Jawabannya Saya Temukan Setelah Membaca Buku Hasil Seminar Nasional Simalungun yang Pertama Tahun 1964 dan Cerita Kisah-kisah Bapak St Drs. Jomen Purba.
Tahun 2015-2017 saat kami tinggal di Pematangsiantar, Museum Simalungun menjadi tempat bermain saya. Setidaknya dua kali seminggu saya ke Museum dan tentunya selalu ketemu sang Ketua Museum Bapak Jomen Purba.
Kami sering duduk bersama dalam suasana santai dan kondusif untuk bicara apa saja secara lebih mendalam, tentunya tdk lain dari soal Simalungun.
Bapak Jomen Purba yang saya panggil Mangkela ini adalah salah seorang peserta seminar Nasional Simalungunn th 1964 dan anak buah serta keluarga Bupati Simalungun tahun 60-an Bapak Kol. Rajamin Purba.
Saya mendapatkan hal penting kesimalungunan dari Mangkela ini, yakni pemahaman lebih jauh dengan Kebangkitan Simalungun tahun 1960-1964. Membaca buku tebal stensilan hasil seminar Simalungunn Pertama th 1964 akan lebih paham dan lebih merasakan aura semangat zaman pada saat itu setelah mendengar cerita Mangkela ini dimana Beliau menceritakan apa yang tidak tercatat dalam buku tersebut.
Adapun inti kebangkitan Simalungun adalah terjadinya peristiwa berkumpulnya ribuan orang Simalungun di Pematangsiantar membicarakan Kesimalungunan setelah berpuluh tahun dikampungnya sendiri takut memperlihatkan identitas dirinya sebagai Simalungun.
Terselenggaranya acara Seminar Simalungun yang Pertama Tahun 1964 yang dihadiri Menteri Penerangan sebagai utusan khusus Presiden Soekarno menjadi tonggak zaman baru bagi Simalungun untuk kembali berdiri di tanah Simalungun dengan identitas dirinya.
Salah satu gema kebangkitan Simalungun ini adalah dengan tampilnya orang Simalungun penguasai terminal bus atau disebut sentral di Siantar. Simalungun yang terpuruk sejak pembunuhan raja-raja tahun 1946.
Hal ini diperparah lepasnya kekuasaan pemerintahan era baru kemerdekaan dari tangan orang Simalungun di Simalungun, kita tahu persaingan partai-partai pasca kemerdekaan telah membuat tokoh Simalungun bupati pertama Bapak Tuan Madja Purba tergusur oleh Urbanus Pardede dari PKI. Lengkaplah terbenamnya Simalungun sampai-sampai berbahasa Simalungunpun di Siantar takut masa itu.
Akil balik kemudian tiba setelah Bapak Kolonel Radjamin Purba tampil menjadi bupati Simalungun sejak tahun 1960. Bapak Radjamin yang visioner menyemangati pemuda, mendirikan sanggar tari Simalungun, membenahi Museum Simalungun mendirikan Universitas Simalungun (USI) termasuk suatu hal, memberi lampu hijo untuk preman Simalungun merebut penguasaan terminal atau disebut sentral.
Pak Jomen katanya mendengar semacam ejekan Bapak Rajamin Purba pada preman-preman Simalungun di Siantar kok gak bisa memguasai terminal. Terminal adalah barometer kekuatan dan gengsi masyarakat saat itu karena menjadi pusat arus orang, begitu juga motor (bus) masih dipandang wah karena masih jarang.
Dengan lampu ijo dari Pak Rajamin kebetulan ada seorang pemuda Simalungun (lupa namanya) jagoan pemberani bersama temannya langsung maju merebut terminal mengusir penguasa sebelumnya non Simalungun. Ini menjadi kebanggaan dan mengangkat semangat dan marwah Simalungun di Siantar, diketahui banyak orang karena pusat lalulintas orang.
Bangkitnya semangat baru Simalungun ini berlanjut beriring dengan pelaksanaan gagasan-gagasan mendirikan USI dan mengadakan Seminar Nasional Simalungun Tahun 1964. Kegiatan sanggar tari di Museum Simalungun yang sekarang turut mengkonsolidasikan tokoh-tokoh Simalungun.
Derap langkah semua ini berpuncak pada gemuruh Seminar Nasional Simalungun yang dihadiri ribuan orang Simalungun dari berbagai pelosok Siantar Simalungun sebagai utusan kampung, marga, agama, dll.
Kekuatan massa dengan ragam unsur-unsur sosial masyarakat menjadi sempurna dan klimaks dengan dukungan politik yang tinggi dengan kehadiran Menteri Penerangan utusan khusus Presiden Soekarno Bapak Roeslan Abdulgani memberi kata sambutan.
Seminar ini menjadi berbobit tinggi dan istimewa mengingat kunjungan dari pusat menteri utusan khusus presiden saat itu masih langka serta memberi pengesahan penuh pada kegiatan khusus Simalungun ditengah keterpurukan melalui gerakan yang telah berjalan sejak tahun 1960.
Semua aktivitas kegiatan ini telah menumbuhkan solidaritas kesimalungunan yang lengkap dari berbagai unsur melibatkan penatua-penatua, tokoh adat, agama dan orang-orang terdidik sarjana-sarjana Simalungun telah mewujud menjadi perkumpulan yang disebut PARTUHA MAUJANA SIMALUNGUN (PMS).
Dalam perbincangan kami Pak Jomen sering mengatakan USI dan Museum Simalungunn tidak bisa dipisahkan dengan PMS, begitu juga organisasi kesimalungunan dan organisasi keagamaan Simalungun, terlepas dari status hukum masing-masing atau terlepas dari ajaran agama itu sendiri semuanya secara kultur menginduk ke PMS.
Itu sudah tercipta demikiam dan berjalan setelahya. Harungguan Bolon PMS selalu diikuti organisasi-organisasi kesimalungun termasuk utusan GKPS, utusan IKEIS, utusan KATOLIK begitu juga USI. Dewan Pembina USI diangkat sesuai UU dari yang diusulkan PMS.
Dalam PMS, Ephorus GKPS pertama Bapak Jenus Purba Siboro tercatat sering duduk bersama bahkan ngobrol sampai larut malam dgn tokoh Islam dan Katolik seperti H. Ulakma Sinaga, begitu juga Pdt Jewismar Saragih yang kompak dan saling mengunjungi diantara tokoh Simalungun lintas agama.
Begitulah era kebangkitan Simalungun yang dikisahkan Bapak Jomen Purba dari pengalamannya berinteraksi langsung dalam rangkaian peristiwa tersebut dimana beliau menjadi anak buah sang pemimpin perubahan Bupati Kolonel Radjamin Purba, SH. Selanjutnya Bapak Jomen Purba berkarir terus-menerus di Pmda Simalungun menduduki jabatan-jabatan strategis.
Satu hal yang perlu kita perhatikan sepeninggal Bapak Jomen Purba adalah bagaimana pengelolaan Museum Simalungun kedepan. Kebetulan Sekretarisnya Bapak Tuahman Saragih sudah lama kurang sehat. Jangan sampai Museum Simalungun itu terlantar.
Tarimakasih ma bamu Mangkela, ibere Ham bakku na maharga pasal hajongjongon Simalungun, selamat jalan ma bamu, jumpahi ham ma nihaporsayaon mu ai. Horas. (Kurpan Sinaga, Wasekjen PMS).


0Komentar