Jambi, S24-Ternyata pesona bangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi tak berbanding lurus dengan keuangannya. Gedung rumah sakit yang megah, namun menyimpan persoalan yang serius didalamnya. Ironisnya, ternyata RSUD Raden Mattaher Jambi memiliki utang hingga Rp 69 Miliar. Paling mirisnya lagi, tenaga kerjanya sudah lama tak menerima gaji. Kegagalan manajemen rumah sakit ini, juga kesalahan Gubernur Jambi dalam menunjuk pejabat di lingkungan rumah sakit tersebut.
Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Raden Mattaher Jambi, Ferdiansyah kepada wartawan, Senin (3/6/2024) mengatakan, pihak managemen rumah sakit kini minus keuangan. Sehingga pembayaran insentif para nakes tersebut tidak dibayarkan karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan.
"Kondisi keuangan kita minus. Namun dari tahun-tahun sebelumnya juga terus dibayarkan sehingga hutang kita semakin banyak. Padahal yang namanya insentif itu diberikan kalau keuangan di RSUD sedang surplus. Kalau minus begini bagaimana kita mau bayarkan,” terang Ferdiansyah, seperti dilansir Jambi Ekspres, Senin (3/6/2024).
Ferdiansyah menjelaskan, kondisi minusnya keuangan RSUD karena penggunan paket INA-CBG yang sudah ditetapkan Nasional untuk pasien BPJS sering melebihi angka yang sudah ditetapkan.
“Misalnya paket tindakan pasien BPJS ini Rp 5 juta, namun rupanya RSUD habis untuk Rp 100 juta, pihak BPJS tidak mau tau, mereka cuma mau bayar Rp 5 juta sesuai paket tadi, ini kemudian yang menyebabkan keuangan kita minus,” sebutnya.
Mantan Sekretaris Inspektorat Provinsi Jambi ini menegaskan, saat ini pihak RSUD sendiri mempunyai hutang sampai dengan Rp 69 Miliar yang belum terbayarkan. Untuk itu, kebijakan ini harus diambil untuk memperbaiki kondisi keuangan RSUD Raden Mattaher Jambi.
"Rata-rata untuk membayar insentif pegawai di sini Rp 3 Miliar per bulan, namun pada bulan Januari lalu saja kita ada minus Rp 8 Miliar selisih dari pembayaran BPJS, jadi memang tidak ada uang untuk membayar insentif ini,” akunya.
Pihak Rumah Sakit pun sudah memanggil para pejabat struktural dan Kepala Ruangan untuk merapatkan masalah ini pada Jumat pekan lalu. Hasilnya, pimpinan memerintahkan agar kepala ruangan bertanggungjawab penuh mengawasi penggunaan paket BPJS agar tidak melebihi nilai yang sudah ditentukan.
“Kita harapkan ini juga sebagai evaluasi bagi para pegawai kita, jangan sampai insentif ini terus kita bayarkan padahal kondisi keuangan tidak memadai, nantinya dapat menambah jumlah hutang yang dapat mengganggu operasional Rumah Sakit,” katanya.
Dia juga mengungkapkan pembiayaan pasien yang ditanggung BPJS mendominasi sebanyak 96 persen di RSUD Raden Mattaher Jambi. Sebagai contohnya pada Januari 2024 dari pendapatan RSUD RM Jambi dari pembayaran BPJS sekitar Rp 8 Miliar.
"Tetapi pengeluaran yang kami dapatkan dari Kesmik itu sampai Rp 20 Miliar, sementara untuk total hingga Mei ini Saya belum cek datanya dari Kesmik," katanya.
Adapun kelebihan BPJS untuk insentif sendiri ini bisa didapatkan dari paket BPJS seperti paket untuk BPJS 4 hari berjumlah Rp 4 jutaan jika penggunaan obat efisien tanpa mengurangi kualitas bisa didapatkan.
Akibatnya kata Dia, ada 1.800 nakes dan pegawai yang tak mendapatkan insentif jasa medis ini. Ditanya apa tidak ada pemberitahuan diawal tahun terkait mekanisme insentif ini? Ferdi menyebut sebenarnya nakes sudah tahu mekanisme paket BPJS ini.
"Sebelum berjalan kita tak bisa bilang tak ada insentif, karena belum tahu pendapatannya, kita belum tahu efektif efisien, maka kami dalam rapat minta agar diimplementasikan agar bisa memberi kesejahteraan tanpa merugikan RS," ujarnya.
Sebelumnya polemik insentif jasa medis yang dituntut tenaga kesehatan RSUD Raden Mattaher akhirnya terjawab. Pihak RSUD menyebut kondisi keuangan yang minus dan hutang tercatat Rp69 Miliar dari tahun 2023 hingga bulan Mei 2024, sehingga insentif belum dibayar.
Ratusan Tenaga Kesehatan (Nakes) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Provinsi Jambi mengancam akan mogok kerja bila uang insentif mereka tidak dibayar manajemen rumah sakit terbesar di Provinsi Jambi itu.
"Kami akan mogok. Sudah 5 bulan uang insentif jasa pelayanan medis belum dibayarkan. Sudah berkali-kali keluhan ini disampaikan, belum ada solusi," ujar salah seorang Nakes yang enggan disebut namanya.
Nakes yang bekerja di RSUD Raden Mattaher ada yang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai honor. PNS memiliki gaji tetap dari negara tiap bulan serta tunjangan kesejahteraan daerah. Sementara pegawai honor tiap bulan digaji berkisar Rp 1,5 juta hingga Rp 1,7 juta.
Honor dibayar oleh APBD Provinsi Jambi dialokasikan di kegiatan OPD masing masing. Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) RSUD Mattaher per 1 Januari 2024 lebih kurang 1.699 orang yang terdiri Dokter umum 58, dokter spesialis 79, dokter sub spesialis 15 orang, dokter gigi spesialis 6, dokter gigi 7, perawat 605, perawat spesialis 1, perawat gigi 9, bidan 118, apoteker 23, asisten apoteker 47, psikolog klinik 2, nakes lainnya 186, dan fungsional umum 543 orang.
Selain itu, tambahan pendapatan dari Nakes PNS dan pegawai honor dari dana insentif jasa BPJS. Uang inilah yang belum dibayar sudah lima bulan, bagi nakes uang tersebut sangat berarti. Kisaran uang insentif itu bervariasi tergantung beban kerja dan wewenang dari ratusan ribu hingga jutaan. (S24-Red)
Posting Komentar