. Mangantar Tambunan Penerima Ilham Relief Bangunan Tugu/Makam Raja Silahisabungan

Mangantar Tambunan Penerima Ilham Relief Bangunan Tugu/Makam Raja Silahisabungan

Mangantar Tambunan Penerima Ilham Relief Bangunan Tugu/Makam Raja Silahisabungan

JAMBI, S24 - Mitos sebagai legenda perjalanan dan peristiwa semasa hidup Raja Silahisabungan di Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara adalah merupakan suatu kenyataan dan fakta dalam sejarah sampai saat ini masih tetap terjaga, terpelihara dan terawat.

Hal ini merupakan keberuntungan bagi Pomparan Raja Silahisabungan dan akan dapat mengerti dan memahami bagaimana sesungguhnya ketokohan dan kesaktian Raja Silahisabungan. Peristiwa inipun dapat dilihat dari relief bangunan dinding Tugu/Makam Raja Silahisabungan yang terletak persis di pantai Danau Toba di Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara.

Hal inipun diamini penerima ilham relief bangunan Tugu/Makam Raja Silahisabungan “Mangantar Tambunan”, diceritakannya semua dapat terbentuk dan tertata rapi asal muasal perjalanan dan peristiwa Raja Silahisabungan semasa hidupnya adalah berkat Mangantar Tambunan berdoa secara khusuk kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk meminta petunjuk agar di dalam mimpinya dapat digambarkan semua, bagaimana awal mula perjalanan demi perjalanan maupun peristiwa demi peristiwa yang pernah dilalui Raja Silahisabungan di masa hidupnya.

Peristiwa tersebut agar dapat menjadi sebuah jalur cerita dan sebuah fakta, selanjutnya menjadi acuan bagi Pomparan Raja Silahisabungan sampai saat sekarang. Dan untuk lebih mengetahui yang sebenarnya bagaimana perjalanan  dan peristiwa yang dialami Raja Silahisabungan  semasa hidupnya terlihat dengan jelas di relief bangunan Tugu/Makam Raja Silahisabungan, untuk memahami yang sebenarnya mari berkunjung sekaligus berwisata ke daerah Silalahi Nabolak dan di sana nantinya ada pemandu untuk menjelaskannya.

Selanjutnya Mangantar Tambunan mengakuinya paling unik, apabila tidak sesuai dengan perjalanan dan peristiwa yang dilalui Ompu Raja Silahisabungan semasa hidupnya, bagaimanapun caranya dilakukan untuk mengerjakannya atau mengukirnya tidak akan pernah jadi bahkan hancur berantakan, demikian kesaksian Mangantar Tambunan.

Mangantar Tambunan yang berdomisili di Pematang Siantar Provinsi Sumatera Utara tersebut menyatakan, suatu kenyataan dalam hidupnya setelah selesai mengerjakan dan membentuk relief bangunan Tugu/Makam Raja Silahisabungan dan siap untuk diresmikan (diresmikan bulan November 1981) diapun menemukan jodohnya dan langsung menikah.

Beberapa Tempat Bersejarah Di Silalahi Nabolak

Dolok Hole
Tempat ini merupakan sejarah peninggalan Raja Silahisabungan dan sampai saat ini di jaga dan dipelihara kelestariannya, karena tempat ini merupakan tempat Raja Silahisabungan menerima “Hadatuon dan Parbinotoan” (kesaktian), bagaimana cara - cara memimpin dan mengatur masyarakat banyak sebagaimana lazimnya sebuah pemerintahan.

Di Dolok Hole inilah Raja Silahisabungan menerima sebuah buku “Laklak Tombaga Holing” , buku laklak tersebut bertuliskan agong (arang) dari Humala Jolma. Setelah Raja Silahisabungan menerima buku laklak ini, bukan berarti dia langsung merasakan mamfaatnya akan tetapi diapun di uji dan di uji melalui Babiat dan ular  yang besar.

Akibat ketangkasan dan kepintaran Raja Silahisabungan, diapun lolos dan mulai saat itu Raja Silahisabungan semakin sakti dan penuh wibawa dan mampu memimpin maupun mengatur masyarakat dengan penuh bijaksana.

Aek Lassa Bunga
Raja Silahisabungan hendak bertapa untuk meminta sesuatu kepada “Debata Mulajadi Nabolon,” terlebih dahulu membersihkan diri dan mandi di “Aek Lassa Bunga,” konon ceritanya Raja Silahisabungan dapat bertemu dan berbicara dengan Humala Jolma. Dan sampai sekarang tempat ini masih ditunggui atau di jaga oleh Babiat sekaligus di tempat ini babiat tersebut tidur (panggompanganna).

Aek Lassa Bunga tersebut di bagi Raja Silahisabungan kepada ke delapan keturunannya (anaknya) yaitu 1. Loho Raja, 2. Tungkir Raja, 3. Sondi Raja, 4. Butar Raja, 5. Dabariba Raja, 6. Debang Raja, 7. Batu Raja dan 8. Tambun Raja pasiahon boruna Deang Namora. Tempat (huta) yang pertama kali di huni  dan dibuat Raja Silahisabungan dinamai, “ Huta Lahi”, dan di Huta Lahi inilah anak-anaknya lahir semua.

Setelah anak-anaknya berumahtangga semua Raja Silahisabungan memberikan tempatnya (hutana) masing-masing, dan sampai saat ini masih jelas nama-nama huta anaknya tersebut sesuai dengan anak paling sulung dan anaknya bungsu. Untuk menempati Huta Lahi tersebut diserahkan kepada anaknya yang ke empat Butar Raja.

Batu Najongjong dan Batu Nagadap
Suatu hal yang paling histeris peninggalan nilai-nilai unggul Raja Silahisabungan adalah tempat “Persidangan” dan sampai saat ini tanda itu masih utuh dan terawat dengan baik adalah dua batu berukur besar, yang satu berdiri tegak dan yang satu lagi rebah (sada gadap dan sada tindang) inilah yang dinamai, “Batu Najongjong dan Batu Gadap.”

Batu Najongjong dan Batu Gadap  ini menurut ceritanya adalah  merupakan petunjuk kepada pihak yang benar dan kepada pihak yang salah. Setiap ada suatu peristiwa atau tertuduh maupun terdakwa apabila tidak mengaku atas perbuatannya, maka mereka di bawah ke tempat ini dan di suruh meletakkan sirih di atas batu tersebut.

Bila seseorang tertuduh benar akan berdiri tegak seperti tegaknya batu, maka keluarganya selamat, hidup bahagia dan sejahtera dan sebaliknya apabila tertuduh memang benar-benar bersalah dan tidak mengakui perbuatannya, maka diapun akan jatuh seperti batu rebah dan keluarganyapun akan mengalami sengsara dan beberapa waktu berselang yang bersangkutan meninggal dunia.

Simalas
Tempat ini merupakan tempat ditemukannya jenazah Deang Namora di sebuah gua batu, satu-satunya putri Raja Silahisabungan, suatu peristiwa yang tak lazim karena untuk melihat tempat ini bukanlah sembarangan orang, akan tetapi bagi mereka yang mempunyai kekuatan di luar kepintaran manusia.

Di Simalas inilah tempat Deang Namora untuk mandi dan tempat bersemedi. Dulunya untuk meminta sesuatu kepada Deang Namora yang memimpin (manghasuhuthon) atau sibaso marga Sinabutar, hal inipun dilakukan agar Deang Namora senang hatinya. Peninggalan Deang Namora seperti baju-bajuna, abitna, hande-hande, hujur dan hajut masih utuh sampai sekarang dan di simpan dengan baik di rumah  Turpuk Marga Butar Raja. Barang pusaka ini masih ada aslinya, hanya gajut yang sudah di ganti.

Mual Sipulak Hosa Loja
Ketika berjalan kaki menyelusuri pebukitan berliku-liku jalan ke puncak gunung Lae Pondom di lereng pebukitan tersebut ditemukan mata air yang airnya sangat jernih, walaupun musim kemarau mata air tersebut selalu ada memancurkan air ke luar dalam batu. Mata Air tersebut dinamakan, “Mual Sipaulak Hosa Loja,”  namun sekarang jalan menuju ke mata air tersebut sudah dilalui kenderaan roda dua dan roda empat dengan jalan mulus di aspal.

Mual Sipaulak Hosa Loja ini selesai di minum perasaan dahaga hilang dan dapat menambah semangat kembali. Mual Sipulak Hosa Loja ini konon ceritanya ketika Raja Silahisabungan bersama Inanta Soripada boru Padang Batang Hari berangkat menuju kampung hula-hula marga Padang Batang Hari untuk melepas rindu sekaligus bersilaturahmi.

Raja Silahisabungan bersama istri boru Padang Batang Hari berjalan menyelusuri jalan demi jalan dengan penuh semangatagar cepat sampai, bahkan mendaki gunung mereka lalui dan tidak menghiraukan terikn ya matahari, karena kampung Hula-hula marga Padang Batang hari di balik gunung Lae Podom.

Di tengah perjalanan istrinya boru Padang Batang Hari merasa capek, letih dan haus karena mereka tidak membwa bekal, akhirnya boru Padang Batang Hari meminta air kepada Raja Silahisabungan, di saat-saat capek dan letih Raja Silahisabunganpun sadar bahwa ditengah-tengah hutan belantara dan di lereng gunung tidak ada sumber mata air.

Dengan penuh keyakinan dan berdoa dengan khusuk kepada Mulajadi Nabolon untuk meminta air, setelah selesai berdoa Raja Silahisabungan memantulkan tongkatnya ke lereng gunung batu besar, akhirnya keluar air dari batu besar di lereng gunung tersebut. Seketika itu istrinya boru Padang Batang Hari di suruh diminum, maka perasaan haus dan capek pun hilang. 

Setelah perasaan capek dan letih merekapun melanjutkan perjalanan menuju kampung hula-hula marga Padang Batang Hari dengan penuh semangat. Sumber mata air inilah yang dinamakan, “Mual Sipulak Hosa Loja.” Keberadaan mata air ini sampai sekarang masih ada dan lokasinya telah dibangun dengan rapi, airnya dapat diminum langsung tanpa di masak. (S24/Fendi Sinabutar).

Berita Lainya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama