Oleh: Asenk Lee Saragih
Ketika Presiden Joko Widodo berkunjung ke Desa Wisata Tomok, Samosir, pada 21 Agustus 2016 silam, harapan besar lahir di hati masyarakat kawasan Danau Toba. Dalam kesempatan itu, Presiden bersama Ibu Negara Iriana, Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi, dan sejumlah menteri menyampaikan komitmen untuk menyelesaikan pembangunan Jalan Lingkar Danau Toba (Ring Road) dan Jembatan Tanah Ponggol sebelum akhir 2019.
Namun, janji itu tampaknya berhenti di seberang danau — di Samosir. Sementara di Kabupaten Simalungun, pembangunan jalan lingkar yang seharusnya menjadi urat nadi penghubung antarwilayah wisata masih seperti mimpi panjang yang belum terjaga.
Janji yang Tak Menyeberang
Jokowi saat itu menegaskan, pembangunan jalan lingkar di sekitar Danau Toba adalah kunci agar kawasan wisata bertaraf internasional itu mudah diakses dan lebih menarik bagi wisatawan. “Kalau jalannya tidak bagus, turis tidak mau datang,” katanya kala itu.
Pernyataan itu bukan sekadar retorika. Ia berangkat dari kenyataan bahwa pariwisata tanpa akses adalah ibarat surga yang tersembunyi tanpa pintu. Namun hampir satu dekade berselang, janji pembangunan jalan lingkar yang melingkari seluruh kawasan Danau Toba, khususnya di Simalungun, belum juga terwujud.
Kondisi di lapangan justru memprihatinkan. Ruas Haranggaol – Nagori Sihalpe – Binangara – Gaol – Nagori Purba – Hutaimbaru – Soping – Soping Sabah – Baluhut – Bage masih rusak berat dan belum tersentuh pembangunan signifikan. Ironisnya, jalan ini menjadi akses utama masyarakat pesisir Danau Toba menuju pasar dan pusat ekonomi seperti Saribudolog, Tongging, dan Haranggaol — sekaligus potensi rute wisata unggulan.
Kawasan Strategis, Tapi Tertinggal
Danau Toba telah ditetapkan sebagai salah satu dari 10 destinasi wisata prioritas nasional. Artinya, kawasan ini bukan lagi sekadar ikon lokal, melainkan proyek strategis nasional yang menyedot dana APBN triliunan rupiah untuk infrastruktur, promosi, dan pengembangan kawasan.
Namun, realitas di lapangan tak sepenuhnya seindah rencana. Di Samosir dan Toba, wajah pembangunan sudah mulai tampak. Jalan-jalan mulus, dermaga diperbarui, dan fasilitas wisata tumbuh pesat. Tetapi di Simalungun, yang secara geografis justru menjadi gerbang utama wisatawan dari arah Parapat dan Tebing Tinggi, akses jalan masih jauh dari layak.
Pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR sebenarnya sudah menyiapkan rencana multi years 2016–2019 dengan alokasi hingga Rp 97 miliar per tahun. Tapi entah di mana sumbatan kebijakan itu berhenti. Pembangunan jalan di Simalungun seolah “terpotong” dari peta prioritas, seakan kawasan ini bukan bagian dari Danau Toba yang sama.
Suara Rakyat yang Tak Didengar
Kini, masyarakat Simalungun menggantungkan harapan baru pada Bane Raja Manalu, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Dapil Sumut III. Mereka berharap, Bane mampu memperjuangkan realisasi pembangunan jalan lingkar Danau Toba di wilayah mereka — sesuatu yang gagal dilakukan oleh para pendahulunya di Senayan.
Warga sadar, tanpa dorongan politik yang kuat, janji pembangunan hanya akan kembali menjadi arsip kunjungan kerja, bukan kenyataan yang bisa mereka tapaki.
Akses yang Menentukan Masa Depan
Pembangunan jalan bukan sekadar proyek beton dan aspal. Ia adalah simbol kehadiran negara. Jalan yang layak membuka isolasi desa, menurunkan biaya logistik pertanian, dan menghidupkan potensi wisata alam Simalungun yang luar biasa — dari Haranggaol hingga Tigaras.
Dalam konteks pengembangan kawasan Danau Toba, tanpa pemerataan akses, keberhasilan di satu kabupaten hanya akan melahirkan ketimpangan baru di kabupaten lain. Wisatawan tidak akan datang ke tempat yang sulit dijangkau, seindah apa pun pemandangannya.
Jangan Biarkan Simalungun Jadi Penonton
Kini saatnya pemerintah pusat, melalui Kementerian PUPR dan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba, memandang Simalungun dengan kacamata yang lebih adil. Kawasan ini bukan sekadar jalur lintas menuju Samosir, tetapi bagian integral dari Danau Toba itu sendiri.
Jika benar pariwisata dijadikan lokomotif ekonomi Sumatera Utara, maka Jalan Lingkar Danau Toba di Simalungun harus menjadi prioritas nyata, bukan hanya catatan janji yang terlupa.
Simalungun telah menunggu terlalu lama — delapan dekade lebih — untuk melihat jalannya mulus dan warganya sejahtera. Kini, tugas pemerintah adalah menepati janji yang pernah diucapkan: membuka jalan bukan hanya di atas tanah, tapi juga di hati rakyat yang terus berharap.(S24-Penulis Adalah Pimred Sumatera24jam.com)
Kondisi Jalan Lingkar Danau Toba Simalungun, Tepatnya Dusun-Hutaimbaru-Soping-Baluhut-Bage.
0Komentar