Abdul Wahid awalnya diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (3/11/2025). Dia kemudian dibawa dan diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, pada Selasa (4/11/2025), bersama sembilan orang lainnya.
Pada Rabu (5/11/2025), KPK resmi mengumumkan Abdul Wahid, Kadis PUPR Riau M Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M Nursalam telah ditetapkan sebagai tersangka.
Berikut lima fakta terkait kasus yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid dkk:
1. Ancam Copot Bawahan Tak Setor Jatah Preman' Rp 7 M.
KPK mengungkap kasus ini berawal dari pertemuan antara Sekdis PUPR Riau Ferry Yunanda dengan enam kepala UPT wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP pada Mei 2025.
Saat itu, menurut KPK, Ferry dan para kepala UPT membahas pemberian fee kepada Abdul Wahid sebesar 2,5 persen. Fee itu diduga terkait penambahan anggaran pada UPT Jalan dan Jembatan wilayah I-VI Dinas PUPR Riau dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.
Ferry kemudian melaporkan hasil pertemuan ke Kadis PUPR Riau Arief. Namun, kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Arief yang merepresentasikan Abdul Wahid meminta fee 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar.
Singkat cerita, para pejabat di PUPR Riau menjalankan permintaan itu. KPK menyebut ada ancaman pencopotan bagi pejabat yang tak mematuhi permintaan Abdul Wahid yang mereka sebut 'jatah preman'.
"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," kata Johanis Tanak dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan.
2. Amankan Rp 1,6 M dalam 3 Mata Uang saat OTT.
KPK mengamankan uang Rp 1,6 miliar dalam OTT terhadap Abdul Wahid dkk. Uang itu terdiri dari tiga mata uang. Tanak mengatakan awalnya tim KPK mengamankan tujuh orang di Riau pada Senin (3/11/2025). Dia menyebut ada Rp 800 juta yang diamankan saat mengamankan tujuh orang itu. "Tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp 800 juta," katanya.
Tim KPK lanjut bergerak mengamankan Abdul Wahid hingga orang kepercayaannya. KPK kemudian menggeledah rumah Wahid di Jakarta dan mengamankan uang USD 3.000 dan GBP 9.000 atau setara Rp 800 juta. "Sehingga total yang diamankan dari rangkaian kegiatan tangkap tangan ini senilai Rp 1,6 miliar," katanya.
3. Rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan disegel KPK.
KPK mengatakan rumah itu disegel setelah tim KPK melakukan penggeledahan. "Sesaat setelah mengamankan Saudara AW dan Saudara TM, secara paralel, tim KPK juga bergerak melakukan penggeledahan dan menyegel rumah Saudara AW di wilayah Jakarta Selatan," ujar Tanak.
4. Abdul Wahid Terima 3 Kali Setoran.
KPK menyebut duit 'jatah preman' itu diberikan secara bertahap ke Abdul Wahid. Berikut rinciannya:
1. Juni 2025.
Pada setoran pertama, menurut KPK, Sekretaris Dinas PUPR Riau Ferry Yunanda sebagai pengepul uang dari Kepala UPT mengumpulkan total Rp 1,6 miliar. Kadis PUPR Arief Setiawan sebagai representasi Abdul Wahid kemudian diduga memerintahkan Ferry mengalirkan dana Rp 1 miliar kepada Abdul Wahid melalui Dani M Nursalam selaku TA. Setelah itu, Ferry diduga memberikan sisa Rp 600 juta ke kerabat Arief.
2. Agustus 2025.
KPK menyebut Ferry kembali mengepul uang dari para kepala UPT hingga mencapai Rp 1,2 miliar. Atas perintah Arief, uang tersebut di antaranya didistribusikan untuk driver M Arief sebesar Rp 300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp 375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp 300 juta.
3. November 2025.
Penerimaan ketiga, Kepala UPT III mengumpulkan uang Rp 1,25 miliar dan diduga dialirkan untuk Abdul Wahid melalui Arief senilai Rp 450 juta. Berikutnya, KPK menduga uang Rp 800 juta mengalir langsung kepada Abdul Wahid. "Sehingga total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp 4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp 7 miliar," ucap Tanak.
5. Jatah Preman' Akan Dipakai di Luar Negeri.
KPK menduga duit itu akan dipakai Abdul Wahid untuk keperluan pribadinya. Salah satunya ialah keperluan saat lawatan ke luar negeri. "Nah, untuk kegiatannya apa saja, ini macam-macam kegiatannya. Jadi, untuk keperluan yang bersangkutan. Makanya dikumpulinnya di Tenaga Ahlinya," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di KPK.
Abdul Wahid disebut akan pergi ke Inggris, Brasil dan Malaysia. Meski demikian, Asep tak menguraikan detail apa saja agenda politikus PKB Riau tersebut di negara-negara itu. "Ada beberapa ini keperluan ke luar negeri, ke Inggris, ini mengapa ada uang pound sterling karena salah satu kegiatannya itu adalah pergi atau lawatan ke luar negeri, ke Inggris, ada juga ke Brasil. Yang terakhir itu mau ke Malaysia," ujarnya.
6. Bawahan Pinjam Duit demi Setor ke Gubernur.
KPK mengungkap bawahan Wahid yang merupakan kepala unit pelaksana teknis (UPT) disebut sampai meminjam uang untuk memenuhi setoran 'jatah preman'. Dia mengatakan ada juga pejabat yang menggadaikan sertifikat ke bank. "Jadi informasi yang kami terima dari kepala UPT bahwa mereka uangnya itu pinjam. Ada yang pakai uang sendiri, pinjam ke bank, dan lain-lain," kata Asep.
"Ini keterangan dari kepala UPT, ada yang pinjem, ada yang gadaiin sertifikat ke bank, seperti itu," sambungnya. Asep mengatakan hal tersebut memprihatinkan. Apalagi, kata Asep, Abdul Wahid sempat menyatakan anggaran untuk Provinsi Riau mengalami defisit.
"Seharusnya, dengan tidak adanya uang, jangan dong minta, gitu loh, jangan membebani pegawainya, jangan membebani bawahannya. Tapi kan ini ironi. Di saat defisit anggaran belanjanya, istilahnya terganggu, sementara malah meminta sejumlah uang," tutur dia. (S24/Red).



0Komentar