“Bangunan asrama haji kita di Jambi ini bermasalah dan mangkrak. Catatan Kejaksaan menyebut kerugian negara Rp 11 miliar, tetapi dengan kondisi seperti ini dan anggaran lebih dari Rp 30 miliar yang tidak termanfaatkan, kerugian negara sesungguhnya jauh lebih besar,” kata Dahnil saat kunjungan kerja di Jambi, Kamis (25/12/2025).
Dahnil melakukan peninjauan langsung ke lokasi asrama haji pada Rabu (24/12/2025) dengan menggandeng Kejaksaan Tinggi Jambi. Langkah tersebut dilakukan untuk memastikan aset negara yang bermasalah dapat diselamatkan serta dimanfaatkan kembali tanpa menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
Saat pengecekan, Dahnil dan Kepala Kejati Jambi Sugeng Hariadi tampak geram melihat kondisi bangunan yang terbengkalai. Dinding bangunan mengalami kerusakan parah, bahkan akar pohon terlihat tumbuh dari dalam tembok, menandakan bangunan tersebut lama tak terawat.
![]() |
| Asrama Haji Jambi Mangkrak-Foto AsenkLeeSaragih |
“Ini luar biasa. Saking mangkraknya bangunan ini, akar pohon pun tumbuh di dinding,” ujar Dahnil.
Kondisi bagian dalam bangunan tak kalah memprihatinkan. Ruangan dipenuhi debu tebal, sarang laba-laba, serta sampah yang telah lama menumpuk. Bangunan yang seharusnya melayani jemaah haji dan umrah itu justru menjadi simbol pembiaran aset negara.
“Bangunan ini sejak 2017 berkasus dan akhirnya tidak bisa dimanfaatkan,” tegas Dahnil.
Meski demikian, Dahnil menegaskan komitmen Kementerian Agama untuk memperbaiki dan memanfaatkan kembali bangunan tersebut secara benar dan transparan.
“Pesan Presiden sangat jelas, Kementerian Haji dan Umrah harus menjadi simbol integritas. Wajah utama kementerian ini adalah integritas,” ujarnya.
Nada keras juga disampaikan Kepala Kejati Jambi, Sugeng Hariadi. Ia secara terbuka mengakui buruknya kondisi asrama haji tersebut.
“Saya tidak menutup-nutupi. Kalau saya bilang jelek, memang luar biasa jeleknya. Ini bangunan terjelek yang pernah saya lihat,” katanya.
Sugeng mengingatkan seluruh aparatur pemerintah agar lebih cermat dan bertanggung jawab dalam mengelola anggaran negara. Menurutnya, mangkraknya proyek asrama haji ini menjadi contoh nyata akibat lemahnya pengawasan.
“Bangunan di depan kita ini adalah contoh yang tidak boleh diikuti. Anggaran negara harus dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Proyek Rp57,6 Miliar Berujung Kasus Hukum
Pembangunan Asrama Haji Jambi dimulai pada 2016 menggunakan anggaran APBN sebesar Rp57,6 miliar. Bangunan lima lantai dengan fasilitas setara hotel bintang lima itu dirancang menampung sekitar 400 calon jemaah haji.
Namun sejak 2017, proyek tersebut bermasalah dan diselidiki oleh Ditreskrimsus Polda Jambi. Proyek sempat terhenti, dilanjutkan kembali, namun tidak pernah rampung hingga akhirnya menetapkan tujuh orang tersangka.
Para tersangka tersebut antara lain mantan Kepala Kanwil Kemenag Jambi Tahir Rahman, Dasman selaku PPK, Eko Dian Iing Solihin (Kepala ULP Kemenag), Mulyadi (Direktur PT Guna Karya Nusantara Cabang Banten), Tendrsyah (sub pekerjaan), Johan Arifin Muba (pemilik proyek), serta Bambang Marsudi Raharja (pemilik modal).
Hingga kini, bangunan yang sempat digadang-gadang menjadi ikon pelayanan haji di Provinsi Jambi itu justru berubah menjadi potret kegagalan tata kelola anggaran negara.(S24-AsenkLee)



0Komentar