![]() |
Penyidik Polda Sumatra Barat resmi menetapkan Amrizal, anggota DPRD Provinsi Jambi, sebagai tersangka dugaan kejahatan dokumen negara.(IST) |
Jambi, S24- Hukum akhirnya berbicara. Setelah bertahun-tahun isu beredar dan nyaris terkubur, penyidik Polda Sumatra Barat resmi menetapkan Amrizal, anggota DPRD Provinsi Jambi, sebagai tersangka dugaan kejahatan dokumen negara.
Bukan kasus sepele. Bukan pula kesalahan administratif. Amrizal diduga secara sadar menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik, sebuah perbuatan pidana serius yang mencoreng marwah jabatan publik dan mencederai kepercayaan rakyat.
Politisi Partai Golkar itu kini harus berhadapan dengan Pasal 266 KUHP, pasal berat yang mengatur pemalsuan keterangan dalam dokumen resmi, dengan ancaman hukuman penjara yang tidak main-main.
Penetapan tersangka tertuang dalam Surat Nomor B/977/XII/RES.1.9./2025/Ditreskrimum Sbr tertanggal 15 Desember 2025. Dokumen ini menjadi bukti bahwa negara tidak lagi menutup mata terhadap praktik manipulasi yang diduga dilakukan oleh pejabat publik.
Penyidik mengungkap, Amrizal diduga terlibat dalam pembuatan Surat Keterangan Hilang Ijazah bertanggal 20 Agustus 2007. Dokumen tersebut disinyalir berisi keterangan yang tidak sesuai fakta, termasuk penggunaan nomor ijazah dan nomor induk siswa milik orang lain.
Ironisnya, dokumen bermasalah itu disebut-sebut menjadi tangga menuju gelar akademik, hingga akhirnya membuka jalan bagi Amrizal menduduki kursi empuk kekuasaan.
Jika dugaan ini terbukti, maka publik patut bertanya, berapa banyak jabatan publik yang dibangun di atas fondasi kebohongan?
Bandara, Bukti, dan Kebohongan
Puncak peristiwa pidana ini diduga terjadi pada 23 Desember 2024, sekitar pukul 12.00 WIB, di Bandara Internasional Minangkabau. Dari titik inilah, rangkaian bukti mulai terang benderang.
Pelapor, Endres Chan, anggota TNI memastikan bahwa nomor ijazah yang digunakan bukan milik Amrizal, melainkan miliknya. Fakta ini menjadi palu godam yang meruntuhkan klaim Amrizal sebagai lulusan SMPN 1 Bayang, Pesisir Selatan.
Penyidik melakukan gelar perkara pada 8 Desember 2025. Kesimpulannya tegas, unsur pidana terpenuhi. Tak ada lagi ruang berlindung di balik jabatan, partai, atau pengaruh politik.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia politik. Wakil rakyat yang seharusnya menjadi teladan justru diduga mempermainkan dokumen negara demi kepentingan pribadi.
Ketua DPRD Provinsi Jambi, M Haviz, menyatakan masih menunggu putusan inkrah. Namun publik menuntut lebih dari sekadar menunggu.
Jika seorang wakil rakyat bisa diduga memalsukan ijazah, lalu duduk nyaman di kursi kekuasaan, maka ini bukan lagi soal individu, melainkan alarm bahaya bagi sistem.
Kasus Amrizal harus menjadi contoh dan peringatan. Bahwa kebohongan, seberapa rapi pun dibungkus, pasti akan terbongkar. Bahwa kekuasaan tidak boleh menjadi tameng kejahatan. Dan bahwa hukum harus berdiri tegak, bukan tunduk pada jabatan.
Publik kini menunggu satu hal, apakah hukum benar-benar ditegakkan, atau kembali kalah oleh kekuasaan?
Jika negara serius memberantas korupsi dan kejahatan dokumen, maka tidak boleh ada kompromi. Siapa pun pelakunya, apa pun jabatannya. Karena keadilan yang ditunda, adalah ketidakadilan yang disengaja.(S24-Tim)


0Komentar