Medan, S24-Dunia hukum kembali tercoreng. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai vonis sepuluh bulan penjara terhadap Sertu Riza Pahlivi, pelaku penganiayaan yang menewaskan pelajar SMP berinisial MHS, sebagai tamparan keras bagi nurani hukum Indonesia.
“Vonis ini adalah simbol matinya keadilan di negeri ini,” tegas Irvan Saputra, Direktur LBH Medan, kepada wartawan, Selasa (21/10/2025).
Bagi LBH Medan, vonis tersebut bukan sekadar ringan, tapi tercela. Irvan menyoroti kejanggalan dalam putusan majelis hakim Pengadilan Militer I-02 Medan yang mengesampingkan fakta-fakta kunci persidangan.
“Korban mengalami nyeri hebat, muntah-muntah, dan tak bisa duduk. Tapi hakim bilang tak ada luka lebam. Ini logika hukum macam apa?” sindir Irvan pedas.
Saksi mata, Ismail Tampubolon, bahkan menyatakan melihat langsung Sertu Riza memukul MHS hingga terjatuh ke sela rel. “Ada saksi lain, Naura, tapi sudah meninggal dunia. Fakta ini seolah diabaikan,” tambahnya.
Keadilan Tersandung di Meja Militer
LBH menilai, anehnya lagi, Oditur hanya menuntut satu tahun penjara dengan pasal kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian, padahal ancamannya bisa 15 tahun penjara.
“Bayangkan, anak SMP mati dianiaya, tapi pelakunya cuma dihukum sepuluh bulan. Ini penghinaan terhadap rasa keadilan rakyat,” kata Irvan dengan nada geram.
Tak tinggal diam, LBH Medan bersama keluarga korban mendesak Oditur Militer untuk banding dan melaporkan majelis hakim ke Mahkamah Agung (MA).
“Kami akan ajukan laporan resmi ke MA. Peradilan militer sudah waktunya direformasi. Kalau terus begini, rakyat akan kehilangan kepercayaan total terhadap hukum,” tegas Irvan.
Kronologi: Anak SMP Tewas di Rel Usai Dipukul
Tragedi bermula pada Jumat sore, 24 Mei 2024. Korban MHS, pelajar kelas 3 SMP, ditangkap saat terjadi tawuran. Di lokasi, ia diduga dianiaya oleh Sertu Riza hingga jatuh ke bawah rel kereta api.
“Dia dipukul di kepala dan dada hingga tak sadarkan diri. Saat dibawa ke RSU Madani, nyawanya tak tertolong,” jelas Irvan.
Ibu korban, Lenny, sempat mencari keadilan ke Polsek Tembung, namun diarahkan ke Denpom I/5 Medan karena pelaku merupakan anggota TNI. Laporan resmi pun dibuat dengan nomor TBLP-58/V/2024 pada 28 Mei 2024.
Putusan yang Menampar Nurani Publik
Majelis hakim justru menilai perbuatan Sertu Riza sebagai “kelalaian yang menyebabkan kematian”, dan menjatuhkan vonis 10 bulan penjara dengan Pasal 359 KUHP.
Padahal, Oditur Militer menjeratnya dengan Pasal 76C jo Pasal 80 ayat 3 UU Perlindungan Anak, yang jelas menyebut hukuman hingga 15 tahun penjara.
Vonis ini pun menuai gelombang kecaman di berbagai kalangan hukum dan masyarakat sipil. Bagi publik, putusan itu bukan sekadar janggal, tapi mencederai logika keadilan.
“Anak rakyat tewas, pelaku berseragam hanya dihukum sepuluh bulan. Kalau ini bukan kematian keadilan, lalu apa?” ujar Irvan Saputra, LBH Medan. (S24-Tim)



0Komentar