Ringkasan Berita:

EY, dosen yang dibunuh polisi, dikenal sebagai pribadi baik, ramah, dan sopan, meski jarang bergaul dengan tetangga. Detik-detik penemuan jasad korban oleh tetangga dan rekan kerja. Polisi mengungkap pelaku pembunuhan adalah Bripda Waldi dari Polres Tebo.

Jambi-Langit Bungo tampak muram pada Minggu (2/11/2025). Hujan rintik turun pelan, seolah ikut berduka atas nasib tragis yang menimpa seorang dosen muda, Erni Yuniati (37) sosok berpendidikan, sopan, dan dikenal baik di lingkungan tempat tinggalnya, Perumahan Al Kausar Residence, Kabupaten Bungo, Jambi.

Siapa sangka, di balik ketenangan perumahan itu, tersimpan kisah kelam tentang pembunuhan yang melibatkan seorang oknum polisi muda. Ketua lingkungan setempat, Madin Maulana, masih mengingat jelas sosok EY begitu ia biasa disapa.

“Selama di sini, dia jarang keluar rumah. Biasanya cuma terlihat saat berangkat dan pulang kerja,” ujarnya dilansir TribunTrends dari Tribun Jambi pada Senin, 3 November 2025.

EY, seorang dosen yang belum menikah, dikenal sangat tertutup. Ia jarang bersosialisasi, namun setiap kali berpapasan dengan tetangga, senyum ramahnya selalu tersungging.

Tak ada yang menyangka, di balik kehidupan yang tampak tenang itu, ancaman maut telah mengintainya.

“Orangnya baik, cuma nggak banyak cerita. Saya pernah sampaikan biar gabung grup WhatsApp perumahan supaya mudah dihubungi kalau ada apa-apa,” tambah Madin.

Kini, wajah teduh yang dulu kerap terlihat berjalan pelan menuju mobilnya setiap pagi itu, hanya tinggal kenangan.

Madin berharap, kasus mengerikan ini bisa segera tuntas agar keluarga dan warga bisa kembali merasa tenang.

Detik-detik Penemuan Jasad: Suasana Mencekam di Rumah Dosen EY

Hari itu, Sabtu (1/11/2025) sekitar pukul 12.00 WIB, beberapa rekan kerja EY dari kampus datang ke rumahnya.

Mereka gelisah sudah dua hari EY tak masuk kerja, panggilan telepon tak dijawab, dan pesan WhatsApp hanya centang satu.

“Teman-temannya datang dan bilang sudah dua hari EY nggak bisa dihubungi,” kata Madin.

Khawatir terjadi sesuatu, warga memutuskan untuk mendobrak pintu rumah yang terkunci rapat.

Begitu pintu terbuka, suasana hening berubah jadi teriakan kaget.

“Saat masuk, saya lihat dia sudah tergeletak dan wajahnya tertutup bantal,” ujar Madin dengan suara gemetar.

Tak ada bau menyengat, tak ada tanda-tanda perlawanan dari luar rumah.

Semua tampak terlalu rapi, terlalu sunyi. Warga tak berani menyentuh apa pun, dan Madin segera menghubungi polisi.

Beberapa menit kemudian, petugas tiba di lokasi. Rumah yang dulu tenang kini berubah menjadi tempat kejadian perkara pembunuhan yang mengguncang satu kabupaten.

Pelaku Ternyata Oknum Polisi: Menyamar dengan Wig untuk Kelabui Korban

Penyelidikan bergerak cepat. Dalam waktu kurang dari 24 jam, polisi mengumumkan temuan mengejutkan: pelaku adalah oknum anggota Polri berinisial W (22), atau dikenal sebagai Bripda Waldi, yang berdinas di Polres Tebo.

Kapolres Bungo AKBP Natalena Eko Cahyono dalam konferensi pers menyampaikan fakta mencengangkan.

“Pelaku sudah kami amankan dan mengakui perbuatannya. Saat ini masih dilakukan pendalaman terkait motif,” ujarnya tegas.

Dugaan awal menyebut, pembunuhan itu dilatarbelakangi masalah pribadi dan hubungan asmara.

Namun yang paling mengagetkan, pelaku diketahui menyamar menggunakan wig (rambut palsu) saat beraksi.

“Dari keterangan saksi dan rekaman CCTV, pelaku tampak gondrong karena mengenakan wig. Ini menjadi petunjuk penting dalam penyelidikan,” ungkap Kapolres Natalena.

Sebuah strategi dingin dari pelaku muda yang seharusnya menjaga keamanan, bukan merenggut nyawa.

Keadilan Dikejar, Luka Tak Akan Mudah Sembuh

Kapolres memastikan proses hukum berjalan transparan dan profesional. “Tidak ada yang ditutupi. Penegakan hukum dilakukan secara objektif meskipun pelaku anggota Polri,” tegasnya.

Kasus pembunuhan dosen EY kini menjadi sorotan publik di seluruh Jambi. Korban dikenal berprestasi dan berdedikasi di dunia pendidikan sosok yang memperjuangkan ilmu dan masa depan mahasiswanya.

Kini, rumah sederhana di sudut Perumahan Al Kausar itu telah dipasangi garis polisi. Bunga duka mulai berdatangan.

Di kampus tempat EY mengajar, rekan-rekannya menunduk dalam diam masih tak percaya bahwa perempuan yang penuh semangat itu telah pergi dengan cara sekejam ini.

Kisah tragis ini bukan sekadar berita kriminal, tapi cermin retak tentang sisi gelap manusia. Tentang cinta yang berubah jadi obsesi, dan kekuasaan yang disalahgunakan hingga berujung maut.

Dan di tengah rintik hujan sore itu, suara lirih tetangga terdengar pelan: “Semoga arwahnya tenang, dan keadilan benar-benar ditegakkan.”(S24)