Data Terbaru BNPB: Korban Meninggal Bencana Sumatera Capai 604 Jiwa, 464 Orang Masih Hilang .

Jakarta, S24 - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali memperbarui data korban bencana banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera.

Berdasarkan data Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana (Pusdatin BNPB) pada Senin (1/12/2025) pukul 17.00 WIB, jumlah korban meninggal dunia meningkat menjadi 604 orang.

Angka tersebut mencakup tiga provinsi terdampak, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh. Sementara 464 orang lainnya masih hilang.

Dalam laporan itu, tercatat korban meninggal di Sumatera Utara mencapai 283 jiwa, Sumatera Barat 165 jiwa, dan Aceh 156 jiwa. Angka ini menunjukkan tingkat keparahan bencana yang masih terus dalam proses penanganan.

Seberapa Parah Dampak Bencana di Tiga Provinsi Terdampak?

Berdasarkan rincian data BNPB, Aceh merupakan salah satu wilayah dengan dampak besar. Sebanyak 156 orang meninggal dunia, sementara korban hilang mencapai 181 orang. Selain itu, total 1.800 orang tercatat mengalami luka-luka.

Di Sumatera Barat, bencana menyebabkan 165 orang meninggal, 114 orang hilang, dan 112 orang mengalami luka. Kondisi ini diperburuk oleh kerusakan infrastruktur dan akses yang sulit ditembus.

Adapun Sumatera Utara menjadi provinsi dengan jumlah korban meninggal tertinggi, yakni 283 jiwa. Sebanyak 169 orang dinyatakan hilang dan 613 orang mengalami luka-luka.

Selain korban jiwa, BNPB melaporkan tingkat kerusakan bangunan yang cukup signifikan. Setidaknya 3.500 rumah rusak berat, 4.100 rumah rusak sedang, dan lebih dari 20.500 rumah mengalami kerusakan ringan.

Infrastruktur publik juga terdampak, termasuk 271 jembatan rusak serta 282 fasilitas pendidikan yang mengalami kerusakan.


Foto udara antrean kendaraan warga melintasi jalan kawasan permukiman Jorong Kayu Pasak yang rusak akibat banjir bandang di Nagari Salareh Aia, Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Minggu (30/11/2025). Rusak dan menyempitnya akses jalan akibat lumpur dan material lain di sejumlah titik menuju lokasi terdampak banjir bandang yang terjadi pada Kamis (27/11) di daerah itu mengakibatkan terjadinya antrean panjang kendaraan, sementara BPBD Kabupaten Agam mencatat sepanjang 2.801 meter jalan di kabupaten itu rusak dengan nilai kerugian mencapai Rp3,45 miliar. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Mengapa Distribusi Logistik Menjadi Tantangan Utama?

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa pemerintah pusat mengambil alih operasional pengiriman logistik ke Provinsi Aceh. Hal ini dilakukan karena akses darat menuju wilayah terdampak masih terputus total.

"Tapi pusat yang mengambil alih. Dropping dari Jakarta dan dari Medan," ujar Tito saat ditemui di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat.

Ia menjelaskan bahwa kebutuhan pangan bagi warga Aceh harus dipasok melalui udara karena daerah tersebut tidak memiliki pesawat sendiri.

"Pangannya harus diambil dari luar, menggunakan pesawat. Dia enggak punya pesawat. Maka otomatis minta bantuan kepada pemerintah provinsi atau pemerintah pusat," ucapnya.

Tito memahami kondisi para bupati yang menyatakan tidak mampu mengatasi bencana secara mandiri. Menurutnya, hal tersebut wajar mengingat akses logistik sangat terbatas.

"Kita melihat wajar enggak mampu karena di daerah yang tersulit, dari mana mau dapat makanan logistik kalau bukan minta bantuan kepada pemerintah yang di atasnya," kata Tito.

Tantangan besar lain dalam penanganan pascabanjir adalah akses jalan yang belum memungkinkan mobilisasi alat berat. Sejumlah jalur terputus akibat jembatan ambruk dan longsor yang menimbun jalan.

"Bagaimana mungkin kemampuan Pemda Aceh Tengah untuk melakukan mobilisasi alat berat, untuk memperbaiki jembatan, memperbaiki jalan-jalan yang pecah, patah, memperbaiki yang longsor, tertutup. Terkunci dari utara, dari Lhokseumawe, juga terkunci dari selatan. Jadi jalan-jalannya betul-betul putus," jelas Tito.(S24-Red)