Medan, S24 - Prabowo didesak tetapkan banjir dan longsor di Sumatra sebagai bencana nasional – 'Masyarakat sampai menjarah demi bertahan hidup. Kelompok masyarakat sipil mendesak Presiden Prabowo untuk segera menetapkan status bencana nasional untuk rangkaian peristiwa banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Mereka merujuk kerusakan infrastruktur, bangunan, dan dampak sosial serta ekonomi akibat bencana itu sudah sangat terasa bagi korban bencana.
Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, mencontohkan insiden penjarahan ke gudang Bulog dan minimarket di Sibolga, Sumatra Utara, beberapa waktu lalu.
Insiden itu, kata Irvan, terjadi karena warga kehilangan harta benda mereka sehingga tidak bisa membeli bahan pokok.
Sementara di sisi lain, pemerintah daerah sudah kewalahan menyediakan bahan makanan.
"Indikator penetapan bencana nasional itu sebenarnya sudah terpenuhi," kata Irvan dalam keterangan pers bersama perwakilan masyarakat sipil di daerah-daerah terdampak seperti Aceh dan Sumbar pada Minggu (30/11/2025).
"Status bencana nasional itu sudah prioritas. Ini akan berdampak terhadap korban yang sangat membutuhkan bantuan."
Dengan peningkatan status menjadi bencana nasional, lanjut Direktur LBH Aceh Aulia Wafisah, penanganan akan berjalan lebih maksimal karena personel, peralatan, dan anggaran yang disediakan menjadi lebih besar.
Menurut Aulia, Pemda Aceh saat ini sudah kewalahan, bahkan "angkat tangan" dalam penanganan bencana.
Ia merujuk pernyataan Gubernur Muzakir pada Kamis (27/11/2025) yang mengaku sudah kewalahan karena beberapa jembatan terputus.
Adapula pernyataan Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky pada Minggu (30/11/2025) yang menyebut "dua hari dua malam rakyat kami tidak makan."
"Ada kemampuan fiskal yang lebih tinggi untuk menangani ini," terang Aulia, dalam kesempatan sama.
"Sekarang, warga bantu warga, tapi sampai kapan bisa bertahan hidup tanpa bantuan logistik? Situasi ini sudah sulit."
Tak cuma dalam penanganan bencana, penetapan status bencana nasional itu juga penting dalam fase pemulihan bencana, lanjut Direktur LBH Padang, Diki Rafiqi.
Dengan masifnya kerusakan infrastruktur, pemerintah daerah disebut Diki akan kewalahan di tengah anggaran yang cekak—buntut efisiensi.
"Jadi, kenapa enggak ditetapkan bencana nasional, sehingga bisa diakomodisasi pemerintah pusat," ujar Diki.
"Pemulihan korban, perbaikan infrastruktur itu titik krusial. Siapa yang bisa bertanggung jawab?
Selain sejumlah kelompok masyarakat sipil, dorongan menetapkan rangkaian banjir dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar sebagai bencana nasional juga disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari daerah pemilihan Aceh, Nasir Djamil.
Nasir menyebut, bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar telah menelan banyak korban jiwa, merusak infrastruktur, dan memadamkan listrik dan jaringan komunikasi.
Belum lagi kerugian materiel yang tidak terhitung, terang Nasir, dikutip dari Detik.com.
"Dengan kerendahan hati, saya meminta dan mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan status tersebut," kata Nasir.
"Negara dan pemerintah pusat harus hadir, turun tangan, dan menyalurkan bantuan yang lebih besar serta terkoordinasi."
Ketiga direktur LBH itu bersepakat bahwa pemerintah tidak serius dalam mengurusi warganya, padahal desakan penetapan status bencana nasional sudah berdatangan dari banyak pihak.
"Pemerintah tidak ada perspektif kebencanaan, kematangan menanggulangi bencana," kata Direktur LBH Medan, Irvan Saputra.
"Di sini kita bisa melihat keberpihakan negara. Di situasi darurat, kita tidak melihat negara serius memperhatikan warga negaranya, sampai harus menjarah untuk bertahan hidup."
Hal sama disampaikan Direktur LBH Aceh, Aulia Wafisah, yang menyebut pemerintah "tidak punya sense kebencanaan."
"[Malah] dibandingkan dengan bencana tsunami dan Covid. [Pemerintah] enggak anggap serius korban jiwa. Padahal satu korban, itu tetap saja duka."
Juru Bicara BNPB Abdul Muhari enggan berkomentar lebih lanjut perihal desakan penetapan status bencana nasional.
Kepada BBC News Indonesia, ia hanya mengatakan, "Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Pasal 51) , yang menetapkan bahwa Presiden berwenang menetapkan status keadaan darurat bencana nasional."
Mengapa pemerintah belum menetapkan status bencana nasional dalam banjir Aceh, Sumut, dan Sumbar?
Apa dasar hukum penetapan status bencana nasional? Bagaimana perkembangan penanganan bencana? (S24-Red)
Sumber: BBC News Indonesia
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)



0Komentar