![]() |
| Natal Oikumene Jambi yang Terkunci: Ketika Undangan Lebih Penting dari Jemaat.(IST) |
Jambi, S24 - Perayaan Natal Oikumene sejatinya adalah ruang kebersamaan umat Kristiani lintas denominasi. Sebuah momentum sakral untuk merayakan kelahiran Kristus dalam semangat kasih, keterbukaan, dan persaudaraan. Namun ironisnya, semangat itu justru terasa terkunci oleh aturan yang membatasi jemaat sendiri.
Kekecewaan tersebut mencuat ke ruang publik setelah seorang jemaat menuliskan pengalamannya di media sosial. Ia mengungkapkan bahwa jemaat yang datang tanpa undangan resmi tidak diperkenankan masuk ke lokasi ibadah, meski acara tersebut mengatasnamakan Natal Oikumene Jambi.
“Cerita sore tadi. Kalau masuk harus pakai undangan. Terus bagaimana dengan yang datang tanpa undangan? Ya tetap tidak boleh masuk. Alhasil bangku-bangku pun kosong. Terus tahun depan bagaimana lagi aturannya?” tulisnya.
Unggahan tersebut sontak menuai perhatian dan menjadi refleksi pahit. Di satu sisi, bangku-bangku kosong terbentang di dalam gedung ibadah, sementara di sisi lain ada jemaat yang ingin beribadah namun terpaksa tertahan di luar. Sebuah ironi yang sulit dibenarkan dalam perayaan yang seharusnya terbuka bagi semua.
Natal Oikumene bukanlah acara seremonial terbatas, apalagi milik segelintir orang. Kata oikumene sendiri bermakna persatuan dan kebersamaan umat. Ketika akses dibatasi secara kaku dengan sistem undangan, esensi perayaan itu patut dipertanyakan.
Panitia tentu memiliki pertimbangan teknis, kapasitas tempat, keamanan, dan keteraturan acara. Namun kebijakan yang berujung pada penolakan jemaat justru menunjukkan kurangnya kepekaan pastoral dan minimnya antisipasi.
Mengatur boleh, membatasi boleh, tetapi menutup pintu bagi jemaat yang ingin merayakan Natal adalah hal yang melukai makna iman itu sendiri.
Peristiwa ini seharusnya menjadi bahan introspeksi serius bagi panitia dan semua pihak terkait. Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan agar Natal Oikumene Jambi ke depan benar-benar menjadi perayaan umat, bukan perayaan yang terasa eksklusif dan berjarak.
Natal adalah tentang kasih yang merangkul, bukan aturan yang menyingkirkan. Tentang pintu yang dibuka lebar, bukan bangku kosong karena jemaat tak diberi ruang. Jika Natal Oikumene masih membatasi umatnya sendiri, maka yang perlu dipertanyakan bukan kehadiran jemaat, melainkan arah penyelenggaraannya.
![]() |
| Wali Kota Jambi DR dr H. Maulana, MKM, Sabtu (27/12/2025). |
Dhadiri Wali Kota Jambi
Sementara suasana penuh sukacita dan kehangatan menyelimuti Perayaan Natal Oikumene Jambi 2025 yang digelar di GBI MHCC Palmerah, Kota Jambi, Sabtu (27/12/2025) sore. Sejak pukul 16.00 WIB, ratusan jemaat dari berbagai denominasi gereja memadati lokasi ibadah, membawa semangat persaudaraan dan kebersamaan dalam merayakan kelahiran Sang Juruselamat.
Perayaan Natal Oikumene tahun ini menjadi momentum penting bagi umat Kristiani di Kota Jambi untuk mempererat tali kasih, sekaligus memperkokoh nilai toleransi dan persatuan di tengah keberagaman. Hadir dalam perayaan tersebut, Wali Kota Jambi DR dr H. Maulana, MKM, yang turut memberikan sambutan dan pesan kebangsaan kepada umat.
Dalam sambutannya, Wali Kota Jambi DR Maulana menekankan bahwa Natal bukan hanya perayaan keagamaan, tetapi juga pesan universal tentang kasih, damai, dan pengharapan. Ia mengajak seluruh umat beragama di Kota Jambi untuk terus menjaga kerukunan serta hidup berdampingan dengan saling menghormati.
“Melalui Natal ini, kita diingatkan untuk menebarkan kasih dan kedamaian. Inilah kekuatan utama yang menjadikan Kota Jambi tetap aman, rukun, dan bahagia,” ujar Maulana di hadapan jemaat.
Pemerintah Kota Jambi, lanjutnya, berkomitmen memastikan seluruh rangkaian perayaan Natal 2025 berlangsung dengan aman dan penuh sukacita. Ia pun menegaskan bahwa Kota Jambi Bahagia bukan sekadar slogan, melainkan semangat bersama yang diwujudkan melalui kebersamaan lintas iman.(S24-AsenkLeeSaragih)
.jpg)
.jpeg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)

0Komentar