Oleh: Andrian Saputra
Di tengah hiruk pikuk duka akibat banjir bandang yang merendam Sumatera, ada sebuah kebakaran kecil di Cempaka Putih, Jakarta, yang mestinya tidak boleh kita anggap sebagai kecelakaan biasa. Gedung Terradrone, ludes, hangus, dan konon, semua ini bermula dari "baterai meledak."
Ah, baterai meledak. Sebuah penjelasan teknis yang begitu bersih, begitu rapi, dan begitu sering kita dengar untuk menutupi hal-hal yang tidak nyaman. Jika kita menggunakan logika detektif, bukan logika teknisi pabrik, kita akan menemukan bahwa timing ledakan baterai ini sungguh, sungguh terlalu sempurna untuk dibilang kebetulan.
Data Senilai Triliunan, Kini Jadi Debu
Kejadiannya seperti ini, saat bencana ekologis memuntahkan kayu-kayu tebangan ilegal dari hulu, membongkar kebohongan tentang ‘alam murka’ dan membuktikan adanya praktik mafia di balik sawit dan hutan kita, justru di saat itulah gudang penyimpan bukti digitalnya terbakar.
Selama lima tahun, Terradrone telah diam-diam menjalankan misi yang jauh lebih mulia dari sekadar drone show. Mereka memetakan setidaknya enam ratus ribu hektar lahan sawit di Sumatera.
Bukan peta biasa, ini adalah peta resolusi tinggi yang merekam sejarah, yang menunjukkan anomali, yang bisa membedakan mana kebun yang legal dan mana area yang baru saja dibabat secara brutal. Mata teknologi mereka melihat segalanya.
Mereka memegang data krusial yang bisa menjadi kunci untuk membongkar tuntas praktik mafia sawit. Mereka tahu persis lokasi-lokasi penebangan liar yang selama ini tersembunyi di balik semak-semak birokrasi.
Bukankah ini ironi yang pahit, gaes? Banjir membawa bukti fisik (kayu gelondongan ilegal) hingga ke hilir, sementara bukti digital (peta drone akurat) malah lenyap di tengah asap Jakarta.
Koinsidensi yang Memicu Tawa Sinis
Lantas, muncul lagi narasi klasik: “Semua ini murni koinsidensi.” Koinsidensi? Di Indonesia, koinsidensi seringkali adalah nama samaran yang paling elegan untuk 'Upaya Penghilangan Barang Bukti.'
Tepat ketika seluruh mata publik tertuju pada jejak kejahatan lingkungan di Sumatera, tepat ketika tuntutan untuk audit data lahan semakin nyaring, dan tepat ketika data tersebut menjadi senjata utama untuk menindak Big Boss di balik layar boooom! baterai pun meledak.
Ini bukan sekadar ledakan baterai, ini adalah ledakan sinisme yang mengonfirmasi kecurigaan publik selama ini: ada pihak-pihak yang sangat berkuasa, yang melihat data enam ratus ribu hektar itu sebagai ancaman nyata bagi keuntungan triliunan mereka.
Mereka tahu, jika data itu dianalisis secara terbuka, bukan hanya ranting kecil yang tumbang, tapi seluruh jaringan mafia bisa ambruk.
Jaminan Cloud dan Harga Sebuah Integritas
Pertanyaannya kini beralih dari 'siapa yang melakukannya' menjadi 'apakah mereka berhasil?' Secara teknis, kita berharap data sepenting itu sudah di-backup ke cloud yang aman, di server yang jauh dari jangkauan api Cempaka Putih dan long arm of the lawless.
Kita berharap intelek digital Terradrone lebih canggih daripada sekadar bergantung pada hard drive lokal.
Namun, di balik harapan itu, ada kekhawatiran yang mendalam. Jika ternyata data krusial lima tahun terakhir ini gagal diselamatkan, jika bukti kejahatan lingkungan itu kini benar-benar sudah menjadi abu, maka kita baru saja menyaksikan sebuah operasi pembersihan bukti yang paling sempurna dan paling kejam dalam sejarah kejahatan ekologis modern.
Mafia sawit dan penebang liar akan aman, tersenyum dari jauh, sambil menunjuk pada press release resmi yang menyatakan: “Ini hanya kecelakaan teknis.”
Kita harus kawal kasus ini. Kita tidak bisa membiarkan narasi "baterai meledak" menjadi akhir dari cerita hilangnya bukti kejahatan yang begitu besar. Sebab, dalam politik dan kejahatan kelas kakap, tidak ada yang namanya koinsidensi. Hanya ada tujuan yang dirahasiakan.
Jangan biarkan api di Cempaka Putih menjadi tawa kemenangan bagi mereka yang bersembunyi di balik genangan lumpur Sumatera. Kita harus terus mencari tahu, sebab makin tahu, makin banyak ilmu, dan makin sulit pula bagi mereka untuk bermain api. (Andrian/13 Desember 2025/22 Jumadil Akhir 1447 H)


0Komentar