Oleh: Nora Margaret
Tulisan ini mengajak Sahabat untuk tidak terjebak dalam arus pesimisme yang hanya memuaskan emosi sesaat konten kreator yang tidak peduli kehancuran negri ini. Indonesia hari ini butuh keyakinan kolektif, bukan keraguan. Hanya dengan optimisme yang kuat, kita bisa menjadi benteng bagi negara untuk memberantas para oknum yang terbiasa menari di atas kerugian rakyat.
Mungkin Sahabat bertanya, "Bu Guru, kenapa ujug-ujug bahas kebakaran ruko? Apa urusannya sama kita? Bukannya itu cuma musibah biasa?" Sekilas memang terlihat tidak ada hubungannya. Tapi Bu Guru sengaja mengangkat ini karena ada satu narasi yang luput dari mata kita yang seringnya terlalu sibuk memaki keadaan. Coba skip dulu dan buka mata lebar-lebar.
Saat ini, Kementerian ATR/BPN sedang "mengamuk" dalam arti yang positif. Di bawah komando Pak Nusron Wahid, negara sedang gencar-gencarnya mengejar "hantu" mafia tanah yang sudah puluhan tahun merampok kekayaan ibu pertiwi. Satgas Anti-Mafia Tanah bekerja siang malam, menargetkan penyelamatan aset negara triliunan rupiah dan memaksa perusahaan sawit nakal untuk patuh pada aturan main yang baru [1].
Tapi, ingat hukum alam: setiap aksi pasti ada reaksi. Ketika negara mulai serius bersih-bersih, "tangan-tangan tak terlihat" yang selama ini nyaman menggerogoti uang rakyat mulai panik. Mereka tidak akan diam saja melihat keran uangnya ditutup. Kebakaran ini, baunya seperti "pesan perlawanan" dari mereka yang ketakutan.
Mari kita masuk ke inti masalahnya. Kalian pernah melihat bagaimana seorang murid yang "nakal" tiba-tiba menghilangkan buku PR-nya tepat saat guru akan menagih tugas? Kita biasanya tersenyum kecut, tahu itu trik lama.
Nah, sekarang, bayangkan "buku PR" itu adalah data digital peta lahan sawit se-Indonesia, dan "murid nakal" itu adalah korporasi raksasa yang sedang dikejar target audit negara. Lalu tiba-tiba, poof! Gedung penyimpan datanya terbakar habis.
Sahabat, di Republik ini, kita diajarkan untuk percaya pada takdir, tapi naluri jalanan siapapun mengatakan: tidak ada asap tanpa ada yang "memantik" apinya.
Tragedi di Kemayoran yang menewaskan 22 saudara kita di Terra Drone Indonesia itu bukan sekadar kecelakaan kerja [2]. Itu adalah sebuah "panggung" yang mengerikan.
Di permukaan, kita disuguhi drama penangkapan Michael Wisnu Wardhana Siagian, sang Direktur Utama lulusan ITB yang diseret polisi karena dianggap lalai [3]. Wajahnya yang bingung di televisi adalah distraction—mungkin ini pengalihan isu.
Sementara kita sibuk menghakimi Michael soal tangga darurat dan baterai meledak, mungkin ada "gajah di pelupuk mata" yang sedang melenggang pergi sambil tertawa lega. Mari kita buka kartunya, Desember 2025 ini adalah bulan "penghakiman" bagi mafia tanah dan raja sawit. Pemerintah, lewat PP Nomor 45 Tahun 2025, sedang memegang pedang tajam: denda triliunan rupiah dan penyitaan aset bagi perusahaan yang ketahuan mencaplok kawasan hutan [4].
Dan siapa yang memegang "kunci jawaban" dari dosa-dosa masa lalu mereka? Terra Drone. Perusahaan inilah yang memegang data LiDAR—teknologi pemetaan super presisi yang bisa menelanjangi kebun mana yang ilegal, mana yang mencuri lahan rakyat, dan mana yang menanam di luar batas [5].
Coba Sahabat renungkan dengan akal sehat. Jika Sahabat adalah mafia tanah yang terancam denda Rp23 triliun atau kehilangan aset [6], apa yang dilakukan?
Michael Siagian mungkin memang salah karena lalai menjaga SOP gedung. Tapi memenjarakan dia seumur hidup tidak akan mengembalikan 22 nyawa yang hilang, dan yang pasti, tidak akan mengembalikan data negara yang hangus walau ada back up cloud-nya.
Jangan sampai Michael hanya dijadikan tumbal yang disiapkan untuk menenangkan amarah publik, sementara dalang utamanya—mereka yang paling diuntungkan dari hilangnya data sengketa lahan? Mudah-mudahan pihak kepolisian menemukan jawabannya.
Sahabat, gedung penyimpan data itu terbakar hebat justru di saat Pak Nusron sedang gencar-gencarnya mengejar target akhir tahun, hati berdesir. Ini bukan sekadar musibah teknis. Ini adalah ujian berat bagi nyali pemerintah.
Bu Guru melihat kebakaran ini sebagai simbol tantangan. Seolah-olah alam sedang menguji: Seberapa kuat mental Kabinet Merah Putih memberantas mafia? Apakah api ini akan menghanguskan semangat Pak Nusron?
Jawabannya harus: TIDAK!
Justru di saat seperti inilah, kita sebagai rakyat dan abdi negara harus berdiri tegak di belakang pemimpin yang ingin membawa negara ini lebih baik. Kita dukung Polri mengusut tuntas penyebab kebakaran secara profesional [2]. Tapi lebih dari itu, kita dukung pemerintah untuk tidak mundur selangkah pun.
Jika data fisik hangus, kita yakin negara punya backup. Jika satu jalan tertutup asap, Pak Nusron pasti punya seribu jalan lain untuk mengejar aset negara. Jangan biarkan insiden ini menjadi celah bagi para "tikus" penggerogoti lahan untuk bernapas lega.
Ayo Pak Nusron, gaspol terus! Tunjukkan bahwa Kabinet Merah Putih tidak takut pada api, tidak gentar pada intimidasi, dan tidak akan kompromi pada mafia. Selamatkan 23 Triliun itu untuk rakyat.
Kami bersama pemimpin yang benar benar mencintai negri ini ! Salam semangat penuh cinta untuk NKRI, Bu Guru.
#DukungSatgasMafiaTanah #NusronWahid #KementerianATRBPN #SelamatkanAsetNegara #TerraDrone #OptimismeIndonesia #LawanMafiaTanah #BuGuruMenulis


0Komentar